Chapter 13: Menangkap Ikan
Chapter 13: Menangkap Ikan
"Tidak masalah." Randika langsung berjanji akan membantu Inggrid dan perusahaannya. "Ingatlah akan satu hal ini, kau itu milikku. Buat apa khawatir aku akan menolak? Bukankah wajar suami membantu istrinya yang kesusahan?"
Inggrid menggigit bibirnya. Ketika dia melihat wajah Randika, dia merasa bahwa lelaki ini memang vulgar dan tidak tahu diri. Dia ingin membalas perkataan suaminya tetapi dia tidak bisa membuka mulutnya sama sekali. Inggrid berambisi untuk menguasai pasar internasional dan membuat perusahaannya menjadi perusahaan terbesar di dunia. Salah satu cara untuk melangkah masuk ke dalam pasar ini adalah dengan produk parfumnya. Dan kemampuan Randika dalam membuat parfum sangatlah berharga.
Selama keberadaan Randika di Perusahaan Cendrawasih ini solid maka tidak butuh waktu yang lama bagi mereka untuk masuk ke dalam jajaran perusahaan besar berskala internasional.
Yang menjadi permasalahannya, hal ini membutuhkan sosok Randika yang dapat menghasilkan parfum dengan kualitas tinggi. Bagaimana caranya Inggrid menahan Randika agar terus bekerja bagi dirinya? Terutama setelah masa kawin kontrak mereka habis nanti, apakah Randika akan segera pergi dari hidupnya dan apabila itu terjadi apakah dia juga akan keluar dari perusahaan ini?
Untuk sesaat hal ini membuat pusing Inggrid.
'Istriku cantik juga kalau sedang kebingungan seperti ini. Kenapa dia tidak mau mengatakan yang sejujurnya? Ayo kita lihat seberapa lama kau bisa menahan dirimu ini!' Randika tentu saja telah berhasil melihat niatan Inggrid jadi dia menunggu mangsanya menarik umpannya.
Setelah beberapa saat, Inggrid pun akhirnya mengatakan, "Aku ingin mempekerjakanmu sebagai ahli parfum dari perusahaanku."
Hahaha, aku tahu bahwa kamu akan bilang seperti itu.
Randika segera meluruskan badannya dan tersenyum, "Hmmm apakah aku masih harus tidur di jalan?"
Inggrid pun tersipu malu dan membalas, "Tentu saja tidak."
"Kalau begitu" Randika segera menatap mata Inggrid. "Apakah aku tidur sekamar denganmu?"
"Bajingan! Jangan kelewatan kalau ngomong!" Kata Inggrid.
Bahkan ketika marah, Randika menganggap istrinya sangatlah cantik dan dia tidak sabar mencicipinya kembali.
"Jangan marah dong, nanti cantikmu hilang lho." Kata Randika sambil berkedip. "Atau kalau tidak kamu yang tidur di kamarku?"
"Hei Randika!" Inggrid benar-benar dibuat pusing oleh tingkah laku Randika. Kenapa bajingan ini sering memancing emosinya?
"Kenapa kau malu-malu? Bukankah wajar kalau suami istri tidur bersama?" Kata Randika sambil tersenyum.
"Kalau kau hanya ingin menguji kesabaranku, lebih baik kau keluar saja dari sini!" Inggrid benar-benar sudah tidak tahan, dia mengambil sebuah buku di mejanya dan hendak melemparnya.
"Tunggu! Aku hanya bercanda kok hahaha. Maafkan suamimu ini!" Randika segera panik ketika istrinya itu hendak melemparinya. Dia segera mengambil buku tersebut dan menyuruh Inggrid menenangkan dirinya kembali. Sejujurnya, tindakan Inggrid ini dianggap imut oleh Randika.
"Baiklah kalau begitu, aku akan membantumu." Kata Randika. "Tapi aku tidak bisa membantumu setiap harinya. Aku tidak ingin terjebak di ruangan untuk terlalu lama."
Inggrid nampak sudah tenang kembali dan mengangguk, "Kalau begitu aku akan membayarmu 3x lebih banyak dari gaji Kelvin."
"Istriku, kenapa kau berkata seperti itu?" Randika segera mengayunkan tangannya dan melihat sedikit perubahan dalam wajah Inggrid. Dia lalu mengatakan, "Aku tidak butuh uang. Aku hanya butuh sebuah janji darimu sebagai gantinya."
Inggrid sudah menduga hal ini akan terjadi. "Apa syaratmu?"
"Hanya tambahkan beberapa alat yang kubutuhkan." Kata Randika. "Nanti aku akan memberikan daftar untukmu."
Inggrid pun mengangguk.
"Kalau begitu, adakah yang bisa kubantu lagi untuk istriku tercinta?" Tanya Randika dengan nada genit.
"Sudah cukup." Balasnya
"Kalau begitu aku akan pulang dulu." Randika segera berdiri dan menatap Inggrid, "Aku sudah cukup capek berkeliling di perusahaanmu dan aku akan kembali nanti kalau aku sempat."
Mendengar hal ini Inggrid sedikit tertawa pahit dalam hatinya. Dia berpikir bahwa dirinya lah yang lebih capek. Melihat sosok Randika yang hendak pergi, entah kenapa membuat Inggrid mengatakan, "Ingatlah untuk makan malam di rumah ya."
Ketika mendengarnya, Randika kaget dan sempat berputar badan. Melihat wajah Inggrid yang tersipu malu, hatinya tersentuh. Istrinya yang cantik memperlakukan dirinya seperti seorang suami? Hal ini cukup langka dan membuat dirinya tambah semangat.
"Hahaha, malam hari nanti aku hanya ingin memakan dirimu." Kata Randika sambil berkedip.
"Dasar kau!" Wajahnya segera memerah kembali karena amarah. Setelah beberapa saat, dia berpikir pada dirinya sendiri, Kenapa pria itu selalu vulgar dan berpikiran mesum?
Memikirkan bagaimana tindakan Randika hari ini membuat dirinya entah bahagia atau marah. Tetapi satu hal yang pasti, dia tidak bisa berhenti tersenyum ketika melihat sosok Randika yang berhasil memecahkan masalah terbesarnya.
........
Ketika dia sudah berada di luar gedung, Randika kebingungan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Dia mengatakan ke Inggrid bahwa dia akan pulang, sebenarnya dia masih cemas dengan masalahnya sendiri jadi mana mungkin dia bisa bekerja secara maksimal.
Masih belum ada kabar dari Yuna dan Shadow masih dalam proses penyelidikannya. Sedangkan Bulan Kegelapan dan musuhnya yang lain masih bersembunyi dalam kegelapan, mengintai dirinya.
Randika merasa semua ini melelahkan dan akhirnya memutuskan sesuatu. "Aku sudah lama berada di kota ini tapi aku tidak pernah berkeliling. Lebih baik hari ini aku jalan-jalan saja dengan santai."
Setelah menelusuri kota selama setengah jam, Randika tiba di taman kota yang paling luas di kota Cendrawasih.
Terkenal akan keindahan dan kebersihannya, taman ini menjadi tempat favorit orang-orang di kota ini untuk bercengkerama ataupun berolahraga. Taman ini juga dilengkapi dengan danau buatan seluas 3 kilometer. Banyak orang juga senang memancing di sini.
Di taman ini, syarat untuk memancing adalah orang harus menyewa peralatan yang ada di toko yang ada di samping danau. Ikan yang didapat tidak dipungut biaya jadi hal ini membuat orang berbondong-bondong untuk memancing di taman ini. Memancing menjadi hobi para warga kota Cendrawasih baik itu laki maupun perempuan.
Memancing?
Kata tersebut mengingatkan dirinya pada kenangan saat dia kecil yang memancing ikan di sungai bersama kakeknya. Mengingat hal ini membuat dirinya tersenyum. Dia akhirnya memutuskan untuk memancing di taman ini.
Ketika dia sudah berada di depan toko alat penyewaan, dia tiba-tiba berhenti.
"Aduh harusnya aku tadi minta uang ke istriku." Kata Randika sambil tersenyum pahit. Untuk memancing di taman ini orang perlu menyewa peralatan memancingnya.
Apa boleh buat, dia akhirnya memutuskan untuk melihat orang memancing karena itu tidak dipungut biaya.
Meskipun ini bukan akhir pekan, taman terbesar di kota ini masih dikerumuni oleh banyak orang dan juga pemancing. Baik itu keluarga, pasangan, manula, semuanya mengunjungi taman ini khususnya para manula yang mengisi keseharian mereka dengan memancing.
Di saat dia melihat-lihat orang-orang sedang memancing, Randika menemukan seorang wanita yang sangat cantik. Pada saat ini, mata Randika benar-benar terpaku pada dirinya.
Sepasang kaki putih yang bergelantungan di pinggir danau dengan paha mulus yang kencang membuat Randika terpana melihatnya.
Wanita ini memakai hot pants yang menonjolkan kaki panjangnya yang putih. Tatapan mata Randika terfokus pada sekitar paha. Selama perempuan itu bergerak sedikit saja maka dirinya bisa melihat warna dalaman apa yang sedang dipakainya.
Dari selera bajunya, Randika mengerti bahwa perempuan ini mengerti dunia busana. Di bagian atasnya dia memakai tema Cropped Top dengan dibalut oleh blus. Dia ingin menonjolkan perutnya yang rata dan figur tubuhnya yang seksi. Terlebih lagi, dadanya yang besar menjadi sorotan utama dari mata para lelaki.
"Wahhh cantik sekali perempuan ini." Kata Randika dalam hati.
Perempuan ini memiliki rambut pirang, bibir mungil dengan wajah yang terlihat masih muda. Bulu matanya yang lentik terus bergetar, bibirnya nampak sedang bersiul dan tatapan matanya terlihat serius ketika dia memperhatikan alat pancingnya dengan seksama.
Melihat betapa cantiknya perempuan ini membuat Randika ingin melihatnya lebih dekat.
Perempuan ini tidak menyadari keberadaan Randika karena dia masih fokus terhadap alat pancingnya. Alat pancingnya dari tadi terus bergetar sehingga dia merasa sudah ada ikan yang terkait di kailnya. Ketika dia mengangkat alat pancingnya, ternyata tidak ada ikan sama sekali.
Randika tersenyum ketika melihatnya. Bukannya mustahil memancing dengan cara seperti itu tapi sangat sulit. Apalagi orang awam yang menggunakan teknik seperti itu.
Pada saat ini, terdengar suara orang tua dari sampingnya yang mengatakan, "Hei kau! Bisa-bisanya kau memancing dengan cara seperti itu?"
Setelah suara itu terdengar, suara-suara lain ikut menyusul, "Benar, kau tidak bisa memancing dengan cara seperti itu!"
"Perempuan itu tidak memancing, dia hanya sedang bermain dengan ikan." Sindir orang lain.
"Kalau kau seperti itu terus, kau akan mengganggu kami para pemancing yang lain!"
Viona yang mendengar sindiran-sindiran tersebut merasa ketakutan. Dia hanya ingin bersantai dengan memancing di taman ini, mengapa para manula ini terlihat serius sekali?
Dengan adanya dukungan, si manula yang pertama kali memulai hal ini menjadi sangat percaya diri. "Aku tidak tahu kau berasal dari mana, tapi kalau kau tidak berniatan untuk memancing dengan serius dan hanya bermain-main saja, lebih baik kau berhenti saja."
Viona merasa malu dengan perkataan pak tua ini. Memangnya ada apa dengan dirinya? Dia hanya ingin bersantai sambil memancing dan menikmati suasana santai ini.
"Sudahlah pak Kris, wajar kalau perempuan tidak tahu cara memancing. Apalagi dia masih sangat muda." Kata teman pak Krisna.
"Hei kukasih tahu ya, masalahnya dia itu duduk di sampingku. Dia hanya akan mengusir para ikan kalau begini terus. Kau ingin aku makan kerikil hari ini?" Pak tua Krisna terdengar sangat marah. "Sudah dari pagi aku tidak dapat ikan, pasti gara-gara ulah gadis ini!"
"Kau enak ngomong begitu karena sudah dapat 5 ikan, aku dari pagi tahu kailku tidak disentuh sama sekali. Setelah mendengar ini kau masih ingin membela gadis ini?"
Lalu pandangan pak tua Krisna mengarah ke Viona, "Karena kamu tidak bisa memancing, buat apa kamu memancing?"
Viona benar-benar merasa malu dan berurai air mata. Setelah menenangkan diri sebentar dia mengatakan, "Maafkan aku, aku akan pergi dan mencari tempat lain."
"Pergi sejauh mungkin! Kuberitahu ya, kalau kamu memancing seperti itu terus kamu tidak akan mendapatkan apa-apa dan hanya akan menjadi pengganggu untuk orang lain!"
Mendengar hal ini Viona kembali menangis, "Kalau begitu aku akan berhenti memancing."
Pak tua Krisna menganggukan kepalanya, "Itu bagus. Jangan ganggu orang lain lagi."
Ketika Viona hendak pergi dari tempat duduknya, sebuah tangan menahan pundaknya.
"Kata siapa orang tidak bisa memancing dengan teknik seperti ini?"
Viona menoleh dan melihat Randika yang datang untuk membelanya. Randika lalu membisiknya agar dia diam di tempat dan jangan mau mengalah kepada pak tua itu.
"Anak muda, kau berkata sembarangan." Pak tua Krisna melihat Randika yang muncul di samping Viona dengan muka tidak menyenangkan, "Gadis itu daritadi mengusik para ikan dan membuat kami kehilangan ikan. Bukankah seperti itu teman-teman?"
Orang yang ada di samping kiri Viona mengangguk pelan. "Nona sebaiknya kau pindah saja biar kita sama-sama enak."
"Omong kosong! Danau ini diperuntukkan bagi semua orang dan ikan di dalamnya adalah hak semua orang. Kalau kau tidak mendapatkan ikan satu pun mengapa kau menyalahkan gadis ini bukan ikannya?"
"Hei bocah, aku sudah memancing selama lebih dari 20 tahun dan kau pikir aku tidak tahu faktor apa yang membuat para ikan tidak menggigit kailku?"
Viona semakin takut berada di sini dan ingin segera pergi. Tetapi tangan Randika masih menahan dirinya dan dia pun melihat wajah Randika yang penuh dengan percaya diri, wajahnya pun memerah.
Randika tidak menanggapi perkataan pak tua itu. Dia tahu bahwa tindakan lebih berarti daripada perkataan.
Duduk dengan memangku Viona, Randika membantu Viona memancing kembali dengan cara dia sebelumnya yaitu dengan menggoyang-goyangkan kailnya ke sana kemari.
Melihat kedua pemuda ini tidak mempedulikan dirinya, pak tua Krisna merasa muak. "Oke aku akan berhenti memancing untuk hari ini. Aku akan melihat bagaimana caramu bisa memancing ikan dengan teknik seperti itu. Tanpa bantuan hantu ataupun jin, jangan harap mendapatkan sesuatu."
Orang yang disamping kiri Viona juga merasa terganggu dengan mereka, "Dasar anak muda, mereka menganggap dirinya tahu segalanya. Kalian hanya bisanya memancing keributan."
Orang-orang yang memancing di danau ini sudah menghentikan kegiatan mereka dan memperhatikan drama ini dari awal. Sekarang mereka penasaran dengan sosok Randika yang terlihat seperti orang bodoh itu. Mereka tidak sabar untuk mempermalukan dirinya.
"Pffttt, lelaki itu hanya ingin sok keren di hadapan perempuan itu. Bagaimana mungkin dia bisa memancing dengan cara seperti itu?"
"Kau benar. Selama bertahun-tahun memancing, aku belum pernah melihat orang berhasil memancing dengan cara amatiran seperti itu."
"Bukankah pak Krisna adalah pemancing terhebat di taman ini? Bagaimana bisa lelaki itu percaya diri bisa mengalahkan pak tua itu dengan cara seperti itu?"
Viona yang berada di pelukan Randika mulai gelisah, tetapi ketika dia melihat raut muka Randika, dia merasa hatinya tenang.
"Jika kau tidak bisa mendapatkan ikan satu pun hari ini, jangan pernah datang ke sini lagi." Pak tua Krisna lalu menatap Viona, "Dan kau jangan pernah duduk di sampingku lagi ke depannya."
"Kalau aku mendapatkan ikan bagaimana?" Nada suara Randika terdengar tenang. Ternyata, tenaga dalamnya sudah menyebar ke dalam danau melewati kail pancingnya.
"Apakah kau bisa? Kau pikir kau dewa memancing? Bahkan lebih mudah bagi si Marlin untuk menemukan anaknya Nemo daripada kamu mendapatkan ikan!" Mendengar lelucon ini, para penonton pun ketawa.
"Baiklah, lihat saja nanti." Kata Randika dengan santai. Tiba-tiba dia mencengkram erat tangan Viona dan menarik kembali kail pancingnya. Disertai teriakan Viona, ikan berukuran besar keluar dari dalam danau.
Pak tua Krisna, yang awalnya tertawa, ketika melihat ikan besar yang berhasil dipancing Randika, dia benar-benar tercengang. Raut wajahnya segera menjadi jelek.
"Apa? Dia bisa memancingnya?"
"Ya tuhan, ternyata ada ikan sebesar itu di sini?"
"Benar-benar lihai!"
Para penonton di belakang mereka segera bersorak. Untuk pertama kalinya, mereka melihat ikan sebesar itu berhasil terpancing di danau ini.
Viona merasa sangat bahagia di dalam hatinya. Dia berhasil membuktikan bahwa cara dia memancing tidak salah berkat bantuan lelaki ini.
Randika masih bermuka datar selagi dia mengambil ikan dari kailnya. Lalu dia segera memasukkannya kembali ke dalam danau. Dalam beberapa detik, lagi-lagi ikan besar berhasil dia tangkap.
"Gila! Hanya hitungan detik!"
"Dewa Benar-benar dewa!"
Pak tua Krisna dan temannya benar-benar terkejut, mereka saling menatap dan terheran-heran.
Mereka melihat bahwa tidak sampai 30 detik si Randika melempar kailnya dan dia sudah mendapatkan ikan yang sama besarnya dengan yang pertama. Mereka merasa bahwa ikan-ikan ini pasti sedang kesurupan karena mereka dengan bodohnya mau tertangkap oleh Randika.
Semua penonton terus bersorak ketika Randika berhasil memancing ikan satu per satu.
"Gila Ikan-ikan di danau ini sudah menjadi gila semua!" Pak tua Krisna hanya bisa bergumam pada dirinya sendiri.
"Hei kalau kau lihat baik-baik, bukankah ikan-ikan ini sudah seperti mengantri untuk ditarik?"
Mendengar hal ini membuat pak tua Krisna bernapas lega, ternyata yang berpikiran seperti itu bukan hanya dirinya. Dia sudah menganggap dirinya gila ketika dia melihat ikan-ikan tersebut seperti sudah menunggu kail Randika begitu saja. Setiap kail itu masuk ke dalam air, dalam hitungan detik seekor ikan sudah pasti menggigit kail tersebut.
Kejadian ini membuat semua orang kebingungan. Bukan Randika yang mencari ikan dengan kailnya, para ikan mencari kail Randika!
Pak tua Krisna berpikir bahwa lelaki ini pasti jelmaan dewa memancing.
Randika pun tersenyum melihat semua ini. Dia lalu melepas genggamannya pada tangan Viona dan pergi begitu saja.
"Hei apa aku sudah gila? Aku merasa bahwa ikan-ikan itu memang sengaja menghampiri kailnya."
"Ini pertama kalinya aku melihat orang memancing dengan cara seperti itu Dunia memang luas!"
This chapter upload first at NovelBin.Com