Chapter 19: Bagaimana Caranya Bekerja Sama?
Chapter 19: Bagaimana Caranya Bekerja Sama?
Ketika mereka berdua berhasil keluar dari restoran itu dengan selamat, Randika dan Viona segera kembali ke perusahaan Cendrawasih. Mereka lalu berpisah karena Randika ingin bertemu dengan Inggrid terlebih dahulu.
Ketika sampai di ruangan pribadi Inggrid, Randika melihat bahwa istrinya sedang duduk terdiam sambil memijat kepalanya.
Melihat hal ini membuat hati Randika sedikit sakit dan segera menghampirinya.
Inggrid merasa dirinya tidak enak badan jadi pandangannya sedikit kabur. Dia merasa bahwa ada orang yang mendekati dirinya dan ketika dia mengangkat kepalanya ternyata itu adalah Randika.
"Ada apa denganmu? Apakah istriku ini sedang tidak enak badan?"
Suara Randika terdengar tulus dan penuh perhatian.
Ketika mendengarnya, Inggrid hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Mungkin aku terlalu lelah. Kau tidak perlu khawatir."
Randika kemudian menempelkan tangannya pada dahi Inggrid. "Sayangku, tidak apa-apa kalau kau merasa capek dan butuh istirahat. Sini, suamimu akan mengecek dirimu terlebih dahulu."
Ketika melihat tangan Randika yang besar itu mendekati dirinya, Inggrid tidak menolaknya. Kemudian Randika mengatakan, "Apakah kau sudah pergi ke dokter?"
Inggrid tidak dapat mendengar perkataan Randika. Tetapi terdapat sedikit keraguan di mata Inggrid.
"Hei jangan khawatir, suamimu ini sangat ahli dalam dunia perobatan." Randika yang menyadari keraguan istrinya ini segera mengecek suhu badan dan denyut nadi istrinya. Sekilas, tidak ada hal aneh yang nampak.
Namun apabila Randika melihat lebih seksama, wajah Inggrid ini sangat pucat bagai tulang. Bibirnya yang cantik itu nampak kering dan terkelupas, kelopak matanya juga nampak ingin menutup terus seakan-akan dia sudah kehabisan tenaga.
Hati Randika mengepal. Ini bukan gejala orang sakit tetapi gejala seperti orang telah diracuni.
Dia sempat mempelajari dunia perobatan melalui ajaran kakeknya dan mengerti beberapa ilmu dasarnya. Melihat Inggrid, dia yakin bahwa ini adalah gejala orang yang telah diracuni.
"Hei, apakah ada rasa tidak nyaman di tubuhmu?" Tanya Randika dengan nada cemas. "Ataukah ada rasa sakit yang muncul di suatu bagian tubuhmu?"
Inggrid mengira-ngira dan berkata dengan suara pelan, "Ada rasa sakit sedikit di dadaku."
"Kapan hal ini terjadi?" Mata Randika benar-benar terbelalak.
"Hmmm aku lupa Pagi hari aku tidak merasakan apa-apa." Suara Inggrid benar-benar sudah lemah.
Baiklah, pagi hari ini dia merasa baik-baik saja, jadi mungkin siang hari tadi?
"Tadi siang kau makan apa?" Tanya Randika lebih lanjut.
"Sekretarisku membawakanku makanan dari luar." Inggrid merasa bahwa pertanyaan Randika mulai melenceng dan bertanya dengan suara pelan, "Memangnya ada apa?"
Randika hanya bisa menggertakan giginya dan tersenyum pahit. "Dengarlah aku dan jangan panik. Kau telah diracuni dan menurutku makan siangmu tadi adalah penyebabnya."
"Bagaimana ini bisa terjadi? Sekretarisku bukan orang setega itu." Inggrid masih menyimpan rasa percaya terhadap sekretarisnya itu.
"Jangan khawatir, bukan dia pelakunya. Ini pasti ulah orang lain." Kata Randika berusaha menenangkan istrinya. "Istriku, ijinkan aku untuk memeriksamu lebih detail lagi."
"Baiklah." Kata Inggrid dengan pelan.
Randika kembali mengukur denyut nadi Inggrid. Setelah beberapa saat, muka Randika memucat. Dia tidak menyangka bahwa pelaku memakai racun semacam ini.
Digoxin, racun yang memiliki tingkat kematian tinggi ini akan bekerja tanpa ada yang mengetahuinya. Racun ini sering diperjual belikan di dunia bawah tanah karena tingkat keberhasilannya yang tinggi.
Tapi siapa yang ingin membunuh Inggrid?
"Apakah situasiku gawat?" Inggrid melihat wajah Randika yang memucat dan merasa bahwa dirinya sedikit terharu melihat Randika yang begitu peduli pada dirinya.
"Sayang, kau tenang saja. Kalau cuma sebuah racun, itu hanyalah masalah kecil bagi suamimu ini." Randika berusaha kembali ceria. "Untuk pengobatanmu kali ini, aku butuh kerja samamu."
"Bagaimana caranya?"
"Aku akan memakai teknik akupuntur padamu." Kata Randika. "Aku akan membuat racun itu keluar dari tubuhmu tetapi, aku tidak bisa mengeluarkannya kalau kau masih berpakaian."
Inggrid yang lemas itu masih sempat tersipu malu, "Kau ingin aku membuka bajuku?"
"Benar." Kata Randika sambil mengangguk. "Akupuntur membutuhkan akses ke titik-titik tertentu pada kulit."
Inggrid merasa ragu, "Apakah lebih baik kita ke rumah sakit?"
Inggrid masih merasa malu untuk bertelanjang.
Randika sempat ingin membujuk istrinya itu untuk tidak menolak bantuannya namun tiba-tiba Inggrid berteriak kesakitan.
"Ah!! Sakit!" Teriak Inggrid.
Pada saat ini, Inggrid merasa dirinya semakin lemah dan tidak bertenaga. Randika yang melihat ini segera menjadi pucat dan mulai khawatir. Apabila tidak segera ditangani, Inggrid akan mati.
"Istriku tenanglah, aku tidak akan mengintipmu atau mengambil kesempatan." Kata Randika kepada Inggrid. Randika lalu segera mengunci pintu dan menutup tirai jendela, dia segera melepas pakaian Inggrid.
Hari ini Inggrid karena ada rapat, dia memakai jas sebagai atasannya. Kaos putih di dalamnya segera dibuka oleh Randika.
Melihat bahwa Inggrid sudah di ambang batas kesadarannya, Randika segera mempercepat tindakannya. Dia yang awalnya membuka kancing satu persatu segera mempretelinya untuk menghemat waktu dan segera membersihkan barang-barang yang ada di atas meja dengan satu kali ayunan tangannya. Barang-barang berserakan di bawah dan membuat kegaduhan.
Dengan lembut dia meletakkan istrinya itu dalam posisi terlentang. Dia segera mengambil sesuatu di dalam saku celananya dan meraih sebuah kotak kecil. Di dalamnya ada jarum tradisional yang dipakai dalam akupuntur.
Menyimpan jarum tersebut merupakan kebiasaan Randika sebelum dia menjadi Dewa Perang di dunia bawah tanah. Hal ini dia dapat dari kakeknya. Ketika Randika bepergian, dia harus selalu membawa kotak kecil tersebut. Jadi suatu saat nanti apabila dia terluka, dia bisa menggunakan teknik akupuntur itu untuk memulihkan diri ataupun menghambat lukanya.
Randika kemudian menutup matanya dan berkonsentrasi. Dia memusatkan tenaga dalamnya ke dalam jarum dan menusukkannya ke Inggrid.
Satu jarum, dua jarum, tiga jarum!
Penempatan jarum Randika sangat cepat dan akurat.
Dalam melakukan akupuntur, hati dan pikiran yang tenang adalah kunci sebenarnya. Hanya dengan begitulah, penempatan jarum bisa dilakukan dengan akurat.
Persediaan jarum Randika mulai menipis dan warna wajah Inggrid juga kembali normal. Dia merasa nyaman dengan banyaknya jarum yang menusuknya.
Kemudian sepasang mata yang cantik ini mengarah kepada Randika yang masih berusaha menyelamatkan dirinya. Dia merasa bahwa Randika bukanlah pria biasa, dia bahkan mengerti akupuntur.
"Hmmm? Apakah kau terkagum-kagum oleh keterampilan suamimu yang tampan ini?" Randika dapat merasakan bahwa Inggrid telah menoleh ke arah dirinya.
Inggrid kemudian memalingkan wajahnya dan tersipu malu.
"Tenanglah dulu sayang. Tinggal sedikit lagi maka kau akan sembuh." Kata Randika sambil mengelus rambut istrinya.
Mendengar perkataan Randika, Inggrid merasa penasaran karena dia merasa bahwa punggungnya sudah penuh dengan jarum, "Kau akan menusuknya di mana lagi?"
Mata Randika mulai bergerak turun dan jatuh pada beha yang dipakai oleh Inggrid. Warna ungu cerah ini membuat Randika tidak bisa lepas darinya dan terlebih dia harus melepasnya dan menusukkan jarumnya di bagian yang tertutup tali beha tersebut.
Ketika beha miliknya dipegang, Inggrid segera tersipu malu dan berteriak, "Tidak!"
Randika menelan ludahnya. Istrinya benar-benar memiliki dada yang besar di balik behanya ini. Dia merasa bahwa Viona telah kalah dari istrinya ini.
"Sayangku jangan khawatir, aku tidak ngapa-ngapain kok." Kata Randika dengan nada menenangkan. "Jika kau tidak ingin melepasnya seluruhnya, ijinkan aku melepas pengaitnya dan aku juga berjanji tidak melihatnya."
"Tidak mau aku malu" Inggrid tidak mau melihat wajah Randika karena saking malunya. Hatinya benar-benar campur aduk. Apakah badannya yang telah dia jaga selama ini pada akhirnya akan terekspos oleh pria ini?
"Sayangku jangan begitu. Percayalah pada suamimu ini. Aku juga tidak bisa menutup mataku sepenuhnya karena aku masih harus menemukan titik yang tepat untuk memasukkan jarum ini." Kata Randika.
"Pokoknya aku tidak mau!" Muka Inggrid semakin memerah ketika mengetahui bahwa Randika tidak akan menutup matanya. Dia yang sekarang benar-benar terdengar seperti seorang perawan polos pikir Randika.
Randika juga sedikit kebingungan. Bagaimana caranya dia bisa membujuk istrinya ini? Dia masih harus menusukkan beberapa jarum lagi agar hal ini bisa selesai. Tiba-tiba dia menemukan sebuah ide.
"Sayangku, apakah kau tahu akibatnya kalau aku tidak menusukkan jarum ini tepat waktu?" Kata Randika.
"Apa yang akan terjadi?" Inggrid mulai menggigit umpan.
"Racun ini memiliki sifat yang bisa membusukkan jaringan pada penampilan orang. Awalnya akan terlihat seperti kerutan biasa pada wajah, kemudian kulitmu akan terasa mengendur dan dadamu akan mulai menggelambir. Lalu kau akan menjadi jelek dan terlihat tua, apakah kau ingin seperti itu?" Kata Randika dengan nada yang meyakinkan.
"Tidak! Aku tidak mau!" Membayangkan apa yang dikatakan Randika, Inggrid merasa dia lebih mati saja daripada dirinya berubah seperti itu.
"Jadi ijinkanlah suamimu ini menolongmu. Aku akan mengeluarkan seluruh racun dan aku akan menyelamatkan penampilanmu yang cantik ini." Kata Randika dengan lembut.
Inggrid masih ragu-ragu. Kemudian dia mengatakan, "Baiklah, kau bisa melepas pengaitnya."
Randika merasa senang tetapi Inggrid segera menambahkan, "Tapi jangan mengintip dan berbuat aneh."
"Jangan kau khawatir, bukankah suamimu ini seorang jentelmen?" Kata Randika dengan penuh kebajikan.
Tidak lama kemudian Randika melepaskan pengaitnya dan dada milik Inggrid seperti seakan mau tumpah.
Besar! Bundar! Lembut!
Randika benar-benar menahan dirinya untuk tidak meremasnya dan Inggrid juga tampak sangat malu dengan keadaannya ini. Dia terlihat menutup matanya dan berharap bahwa ini cepat selesai.
"Hei sudahlah, kau tidak perlu khawatir. Aku akan cepat." Randika kemudian menyingkirkan beha yang menghalangi titik akupuntur yang akan dia tusuk.
Di saat melihat punggung istrinya yang indah ini serta dada besar yang penyet, entah kenapa hidungnya terasa berair.
Randika benar-benar kaget. Dia tidak menyangka bahwa dirinya yang dijuluki Dewa Perang ternyata mimisan ketika melihat punggung istrinya yang telanjang ini. Kalau orang melihat hal ini mungkin mereka akan mengejeknya.
"Hei! Kau tidak boleh melihat!" Inggrid terdengar malu.
"Tenanglah, aku tidak melihat apa-apa kok." Randika berusaha menenangkan dirinya dan kemudian melanjutkan penyembuhan istrinya ini.
Setelah beberapa saat, dia bernapas lega. Dia akhirnya berhasil melakukan langkah pertama yang krusial dan menyelamatkan istri tercintanya. Sekarang sisanya adalah mengeluarkan racun tersebut hingga tetes terakhir.
"Bersabarlah, sekarang tinggal tahapan akhir." Randika kemudian membantu Inggrid untuk duduk.
"Aku akan menyalurkan tenaga dalamku padamu untuk mendorong racun itu keluar. Usahakan jangan bergerak dulu." Kata Randika yang nampak sudah bersila. Dia kemudian menyentuh punggung Inggrid dan mulai menyalurkan tenaga dalamnya.
Tiba-tiba, Inggrid merasa bahwa tangan Randika benar-benar panas tetapi dia merasakan kenyamanan meskipun terasa panas. Dari punggungnya itu, rasa panas itu mulai menyebar di seluruh tubuhnya.
Saking nyamannya, Inggrid pun mendesah.
Randika masih berkonsentrasi menyalurkan tenaga dalamnya. Wajahnya terlihat pucat. Penyembuhan ini memiliki dua tahap. Tahap pertama adalah menahan laju penyebaran racun pada tubuh Inggrid dengan teknik akupuntur miliknya dan memaksa racun untuk berkumpul di titik-titik tertentu. Tahap kedua adalah dia menyalurkan tenaga dalamnya untuk mengeluarkan racun yang telah berkumpul tersebut.
Tahap kedua ini lebih krusial lagi daripada yang pertama. Tidak boleh ada gangguan sekecil apa pun dalam proses ini.
Pada saat ini, tangan Randika benar-benar panas seakan-akan kapan saja bisa muncul api. Tenaga dalamnya mengalir deras menuju punggung Inggrid. Tenaga dalamnya akan menyebar di tubuh Inggrid dan memaksa racun itu keluar dari sistem tubuh Inggrid!
Randika harus memastikan bahwa penyaluran tenaga dalam ini tidak berhenti. Dia memiliki banyak tenaga dalam di dalam tubuhnya ini jadi dia tidak perlu khawatir akan kehabisan.
Setelah beberapa saat, raut wajah Inggrid sudah kembali normal dan bibirnya yang putih itu kembali mendapatkan warna naturalnya. Istrinya yang cantik sudah kembali! Namun, di tengah-tengah pengobatan ini terdengar suara gaduh dari luar ruangan!
This chapter upload first at NovelBin.Com