Chapter 32: Organisasi Jeratan Neraka
Chapter 32: Organisasi Jeratan Neraka
Pembunuh itu berlari sekencang mungkin. Meskipun dia cepat, gerakannya itu terlihat lambat di mata Randika. Terlebih, dia sempat menendang dada pembunuh itu sebelumnya jadi musuhnya itu tidak berada di kondisi puncaknya. Jadi, jika dirinya tidak bisa mengejar si pembunuh itu, nama Ares tidak pantas disandang oleh Randika.
Kedua orang ini berlari bagaikan setan. Si pembunuh memanfaatkan sudut-sudut jalan yang gelap menuju ke pusat kota. Karena perumahan Inggrid ini masih tergolong baru, lampu-lampu jalan masih sedikit dan mobil jarang lewat.
Randika mengejar pembunuh itu sekuat tenaga. Ketika pembunuh itu menoleh ke belakang, aura membunuh dari tatapan mata Randika membuatnya ngeri. Jarak di antara mereka sudah dekat.
Pembunuh itu tidak ragu-ragu untuk mengalirkan sisa tenaga dalamnya menuju kakinya dan melesat lebih cepat.
Randika sudah hampir berhasil menangkap pembunuh tersebut, tinggal beberapa detik lagi dia akan berhasil. Namun tiba-tiba, pembunuh itu membajak sebuah mobil dan melempar keluar orang yang mengendarainya dan langsung menancap gas dengan sekuat tenaga.
Randika mengerutkan dahinya. Apa pun caranya yang kau pakai, kau tidak akan lepas hari ini.
Pembunuh itu tidak memiliki pilihan lagi, tenaga dalamnya sudah habis jadi dia terpaksa mencuri mobil. Terlebih, aura membunuh Randika benar-benar membuatnya ngeri.
Pembunuh itu segera mencapai kecepatan 120 km/jam. Selagi dia mengebut, dia mengintip dari kaca samping dan melihat tidak ada mobil yang mengejarnya. Dia bernapas lega. Namun, tiba-tiba ada sesosok manusia yang mengejarnya dari belakang dan perlahan mendekatinya.
Bahkan dengan kecepatan seperti ini, orang itu masih bisa mengimbanginya?
Orang itu benar-benar seperti setan!
Pembunuh ini mulai panik. Dia tidak peduli dengan rambu lalu lintas dan menerobos semuanya. Randika masih mengejarnya dengan ketat, dia bahkan menggunakan kecepatan mobil lain untuk beristirahat sejenak.
Dalam sekejap mereka sudah mencapai Jalan Macetan dan Randika sudah hampir mengejar mobil tersebut. Namun, tiba-tiba pembunuh itu memanfaatkan titik buta setelah dia berbelok dan meloncat keluar dari mobil. Mobil tersebut segera menabrak dinding salah satu gedung dengan kecepatan tinggi.
"Ah!"
Para pejalan kaki yang ada di sisi jalan terkejut melihat kecelakaan tersebut. Pembunuh ini memanfaatkan kerumunan orang dan lari sekuat tenaga.
Melihat tidak aja jejak Randika setelah sampai di suatu gang, dia menghela napas lega. Dia segera memegangi dadanya yang terluka dan memuntahkan darah seteguk.
"Ares Kau memang luar biasa." Pembunuh ini merasa bahwa targetnya melebihi apa yang dia bayangkan.
"Aku harap kau masih mau bermain denganku." Namun tiba-tiba terdengar suara dari arah atasnya. Dia mendongak dan melihat Randika ada di salah satu atap gedung. Randika nampak santai sambil meletakkan tangannya di saku celana.
Pembunuh ini segera menghela napas panjang dan sudah menerima nasibnya bahwa dia sudah tidak bisa kabur. Mengeluarkan sebuah pisau, dia menatap dingin Randika.
"Ha? Masih mau melawan? Jangan menyesali perbuatanmu ini kelak." Kata Randika.
Ketika itu juga, pembunuh itu melempar sebuah bola kecil ke arah Randika. Seketika itu juga bola itu meletus dan asap hitam segera menyebar. Di tengah-tengah asap itu, sebuah kilau pisau keluar.
Pembunuh itu dengan cepat melancarkan serangannya!
Tetapi sayang, bahkan bayangan Randika pun tidak bisa dia sentuh. Di saat dia menusukkan pisaunya keluar dari kepulan asap, Randika sudah memegang pergelangan tangannya dan menendangnya dengan keras.
Pembunuh itu terjatuh dan terkapar di tanah dengan mulutnya yang terus mengeluarkan aliran darah. Randika dengan perlahan mendekatinya. Ketika pembunuh itu mendongak, Randika sudah berada di atasnya.
Saat dia hendak mengeluarkan pisaunya lagi, Randika sudah menginjak tangannya dan menendang pisau tersebut. Ketika dia mau berbalik badan dan berdiri, sebuah pukulan sudah melayang menuju mukanya dan dia terpental kembali.
"Uhuk!" Pembunuh ini tidak pantang menyerah dan berusaha untuk bangun kembali, tetapi kakinya sudah tidak bertenaga.
"Jadi ini kekuatan Ares? Aku benar-benar meremehkan dirimu." Katanya.
"Siapa yang mengirimu?" Tanya Randika.
"Kau kira aku akan mengatakannya?" Pembunuh itu tersenyum. "Mustahil orang seperti kita menjual nama penyewa kita."
"Kalau begitu apa boleh buat." Randika memasang wajah yang datar.
"Di tangan Ares, tidak ada mulut yang tidak berbicara." Kata Randika.
"Kau ingin menyiksaku? Tulangku lebih keras daripada tinjumu!" Kata pembunuh itu sambil tertawa.
Randika tidak membalasnya, dia hanya mengepalkan tangan kanannya. Dia langsung melayangkan sebuah pukulan ke pergelangan pembunuh itu dan meremukkan tulangnya.
Pembunuh itu merasakan rasa sakit yang luar biasa. Hebatnya, dia hanya menggertakan giginya dan tidak mengeluarkan satu suara pun dari mulutnya.
Randika juga sama, setelah pergelangan tangan dia lalu meremukkan tulang kaki orang tersebut.
Setelah beberapa saat menahan rasa sakit, pembunuh itu berkata sambil tertawa. "Cuma segini keahlian Ares dari 12 Dewa Olimpus?"
Randika menatapnya dengan dingin, "Aku khawatir kau akan mati karena syok setelah ini."
Ketika mendengar hal itu, pembunuh ini langsung berwajah pucat. Dia merasakan firasat buruk. Randika kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya dan mengeluarkan jarum akupunturnya.
Randika lalu berkata dengan nada serius. "Aku harap kau bisa menahan rasa sakit ini Semoga tulang kerasmu membantumu melaluinya."
Setelah itu, Randika menusukkan beberapa jarum ke tubuh pembunuh tersebut. Dalam sekejap, tubuh pembunuh ini merasa sangat panas dan setiap tetes darahnya menjadi mendidih.
"Ah!!!"
Pembunuh itu akhirnya berguling-guling kesakitan.
"Siapa yang mengirimu?" Tanya Randika sekali lagi.
Melihat pembunuh ini menggertakan giginya dan menolak memberitahunya, Randika mengeluarkan beberapa jarum lagi. Pembunuh ini masih berguling-guling kesakitan, dia merasa tubuhnya sedang direbus. Randika lalu memeganginya dan menusukan jarumnya di bagian leher.
Ketika menancap, pembunuh ini langsung meringkuk ke atas membuat figur jembatan. Dia merasa setiap otot dan seluruh tubuhnya sedang digigit oleh ribuan semut merah. Dia juga merasa bahwa setiap tetes darah di tubuhnya digigit semut dan sesuatu hendak keluar dari mulutnya.
Pembunuh ini membuka mulutnya lebar-lebar dan matanya terbelalak kemudian dia akhirnya terjatuh ke tanah lagi.
"Siapa yang mengirimmu?"
Randika terus bertanya sambil menancapkan jarumnya lagi.
"Jeratan! Jeratan Neraka!"
Pembunuh ini sudah di ambang batas dan mengeluarkan semua informasi yang dia tahu.
Jeratan Neraka?
Randika terkejut mendengarnya. Dia belum pernah mendengar organisasi tersebut. Apabila organisasi tersebut bisa menyewa pembunuh bayaran, dia pasti memiliki nama di dunia bawah tanah.
Randika mengerutkan dahinya dan bertanya, "Organisasi apa itu?"
Pembunuh itu masih kesakitan dan berteriak, "Cabut jarumnya! Cabut!"
Randika kemudian mencabut beberapa jarum dan pembunuh ini segera menarik napas bagai sudah keliling dunia.
"Jadi, seperti apa itu Jeratan Neraka?"
Pembunuh itu kemudian menatap Randika sambil tersenyum kecil, dengan napas terengah-engah dia mengatakan. "Sayangnya kau tidak akan pernah tahu."
Randika merasakan firasat buruk ketika mendengarnya.
Dia lalu menyalurkan tenaga dalamnya ke tangannya dan memeriksa leher pembunuh itu. Dengan sentakkannya, pembunuh itu memuntahkan gigi palsu.
"Kau sudah terlambat!" Pembunuh itu tertawa keras sambil busa hitam keluar dari mulutnya.
Tertawa terus menerus dan busa itu mulai menutupi seluruh muka pembunuh tersebut. Kemudian dia terkapar di tanah dan tubuhnya menjadi kurus kering dan membusuk di depan Randika. Setelah itu, tubuh ini hanya meninggalkan genangan darah saja!
Randika lalu mengambil gigi palsu yang dimuntahkan sebelumnya dan memeriksanya, "Racun asam super?"
Hanya dengan setetes saja dari asam tersebut, seekor gajah saja bisa mati dan tubuhnya bisa larut dalam sekejap. Ini adalah racun super. Agar tidak membocorkan informasi ketika ditangkap, racun seperti ini biasanya diberikan kepada pembunuh bayaran ataupun mata-mata. Ketika mereka tertangkap, mereka hanya perlu menggigit gigi palsu mereka itu dan mati tanpa memberitahu informasi apa pun.
Yang lebih menjadi fokus Randika adalah racun seperti ini sering dipakai oleh Bulan Kegelapan. Bulan Kegelapan memberikan racun ini kepada para bawahan Randika jadi dirinya paham benar.
Hanya dalam sekejap saja, pembunuh tersebut sudah menjadi genangan darah. Randika mengerutkan dahinya ketika berjalan meninggalkan lokasi. Jeratan Neraka pasti ada hubungannya dengan Bulan Kegelapan.
Apakah Bulan Kegelapan berhasil memanipulasi Jeratan Neraka atau Bulan Kegelapan menyewa Jeratan Neraka untuk keperluan pribadinya?
Semua masih teka-teki dan potongan informasinya masih kurang.
Sambil memegang gigi palsu tersebut, dia segera menghancurkannya dengan bantuan tenaga dalamnya. Untuk sekarang, dia harus mencari informasi mengenai Jeratan Neraka.
"Bulan Kegelapan di mana dirimu?" Randika bergumam sambil dia berjalan keluar dari gang itu. Dia merasa bahwa Bulan Kegelapan memantau dirinya dari dalam kota Cendrawasih.
Ketika dia hendak pulang, pintu samping gedung yang ada di sebelahnya terbuka!
Gedung itu adalah sebuah bar. Dari dalam sana keluar sesosok wanita yang jalannya compang-camping dan jatuh tepat di pelukan Randika!
This chapter upload first at NovelBin.Com