Chapter 46: Kau Merabaku!
Chapter 46: Kau Merabaku!
Setelah selesai memeriksa gedung kosong ini mau tidak mau Randika kembali dengan tangan kosong.
Namun, dari seluruh informasi yang dia kumpulkan, dia bisa menyimpulkan bahwa organisasi ini bukan organisasi amatir.
Mengingat kata-kata kakeknya, Randika menghela napas.
.....
Hari sudah menjelang malam ketika dia kembali ke rumah. Hari ini sungguh melelahkan bagi Randika.
Seperti biasa, Inggrid kemungkinan masih belum pulang. Akhir-akhir ini pekerjaan membuatnya pulang telat.
Tetapi ketika dia membuka pintu ruang tamu, dia dikejutkan oleh sosok tak terduga yang sedang berdiri diam.
Lho? Kok Inggrid sudah pulang?
Dan kenapa hari ini dia terlihat cantik sekali?
Tubuh Inggrid yang elok itu memakai celana jeans pendek yang ketat, menonjolkan paha dan kakinya mulus dan panjang itu. Kalau diperhatikan baik-baik, tali celana dalamnya mencuat sedikit dari balik celana. Bisa dikatakan, sisi nakal seperti itu membuat Randika makin suka dengannya.
Yang lebih menakjubkan lagi, bagian atasnya dia hanya memakai baju kutang putih dengan warna beha yang mencolok. Seakan-akan secara tidak langsung dia meminta Randika untuk melepaskan pengaitnya.
Memang istri idaman!
Sejak kapan Inggrid menjadi berani seperti itu? Hanya ada satu kesimpulan, dia kangen dengan pelukan hangatku dan memutuskan untuk menggodaku!
Terima kasih sayangku!! Suamimu ini peka kok!
Hati Randika sudah tidak sabar, dia tersenyum lebar dan tidak sabar menikmati hidangan lezat ini!
"Sayangku, jika kau menginginkan diriku kau tinggal ngomong saja. Tidak usah memakai baju seksi seperti ini tapi aku suka sisi nakalmu ini." Randika langsung memeluk dari belakang sambil meremas bokong indah itu.
Sialan! Empuk sekali pantat ini!
"Kamu kok cepat sekali pulangnya hari ini?" Kata Randika sambil mencium leher Inggrid.
Ketika pantatnya diremas, perempuan ini sudah menekan nomor polisi dan hendak berteriak. Namun, ketika lehernya dicium, dia ketakutan dan melepaskan diri dari pelukan pria itu dan menamparnya.
Randika terkejut ketika dia ditampar.
Bukan karena tiba-tiba dia ditampar, tapi orang ini bukan Inggrid!
Bagaimana mungkin orang ini mirip sekali dengan Inggrid? Pikir Randika.
Bagaimana mungkin ada pria di rumah ini? Pikir perempuan itu.
"Siapa kamu!"
"Siapa kamu!"
Pertanyaan ini muncul secara bersamaan.
"Siapa kamu!" Perempuan ini bertanya sekali lagi dengan nada marah. Dia tidak habis pikir, bisa-bisanya dia diraba-raba oleh pria tidak dikenal ini.
"Siapa kamu!" Randika tidak mau menjawab karena dia adalah kepala keluarga rumah ini, dia berhak mengetahui siapa yang memasuki rumahnya tanpa ijin. Tapi dia sedikit was-was juga, karena dia telah meraba perempuan itu.
"Kau sudah melecehkanku!" Perempuan itu segera menutupi dadanya. "Kulaporkan kau ke polisi!"
"Eh apanya! Jelas-jelas kau yang mengundangku untuk merabamu! Kalau kau tidak berpakaian seksi begitu jelas aku tidak akan berbuat seperti itu."
Tatapan mata perempuan itu semakin tajam. Logika macam apa itu? Memangnya apa salahnya berpakaian santai?
"Sebentar, sebentar, memangnya siapa kamu? Kamu kok bisa masuk ke rumah ini?" Perempuan ini masih terus waspada, bisa-bisa pria di depannya ini adalah pemerkosa.
"Lha kamu sendiri siapa? Kamu kok bisa masuk ke rumah ini?" Randika juga waspada, bisa saja perempuan ini pencuri.
Meskipun Randika merasa tidak ada pencuri secantik dia dengan dada dan pantat yang menggiurkan seperti itu, Randika mesti tetap waspada mengingat Jeratan Neraka masih berkeliaran di luar sana.
Tidak ada yang mau menjawab dan situasi ini mengalami kebuntuan. Perempuan itu berteriak sekali lagi. "Aku yang tanya duluan jadi kau mesti jawab duluan!"
"Aku jawab kalau kau jawab duluan!" Balas Randika. Dia memutuskan untuk pura-pura bodoh, mungkin saja nanti perempuan itu lelah dan mengalah duluan.
"Ini rumahku!" Kata perempuan itu sambil marah-marah.
"Ini juga rumahku!" Kata Randika dengan muka datar, tentu saja rumah ini sudah menjadi milikku karena dia suami Inggrid bukan?
"Bohong!" Ekspresi perempuan ini makin marah. "Tidak pernah ada pria yang tinggal di rumah ini."
"Kalau begitu akulah yang pertama!" Ekspresi bangga terpampang jelas di muka Randika. "Akulah kepala rumah tangga di rumah ini!"
Lalu perempuan ini bertanya kepada Randika. "Siapa nama pemilik yang tinggal di sini?"
"Inggrid Elina, memangnya kenapa?"
Perempuan ini segera memasang ekspresi penasaran. Dia segera menghampiri Randika dan memeriksa dirinya.
Ya tuhan besar sekali!
Mata Randika melirik ke buah dada yang indah dari perempuan ini. Karena dia memakai baju putih, Randika bisa melihat beha sekaligus bentuk dada itu! Ahhhh betapa kuingin menyentil kedua pucuk indah itu!
Perempuan itu tidak menemukan keanehan pada Randika. Lalu dia bertanya dengan nada bingung. "Kamu siapa?"
"Ha? Tentu saja aku suaminya Inggrid." Kata Randika dengan nada bangga.
"Suami!?" Mulut perempuan itu menganga lebar ketika mendengarnya.
"Memangnya apa yang salah dengan itu?" Randika mendengus dingin.
"Hahahaha!" Tiba-tiba perempuan itu tertawa. "Bercandamu lucu juga, kakakku itu belum menikah. Kalau pun menikah, menurutmu adiknya tidak akan tahu hal itu?"
Apakah perlu dia memberitahu bahwa mereka berdua hanya menikah selama 3 bulan?
Randika mengurungkan niatnya karena hal seperti ini lebih baik Inggrid yang menjelaskan. Tapi dari percakapan mereka, Randika tahu bahwa perempuan ini adalah adik Inggrid. Jika dia perhatikan baik-baik, dia memang mirip Inggrid tapi kalau dilihat dari sifatnya dia benar-benar tidak mirip sama sekali.
"Hahaha kita menikah dengan terburu-buru jadi tidak ada persiapan." Randika mengambil sesuatu dari laci kamarnya. "Nih lihat sertifikat menikah kita."
"Hah!! Kalian benar-benar sudah menikah?" Adiknya ini masih tidak percaya.
"Buat apa aku berbohong? Lagipula mana bisa memalsukan sertifikat seperti ini?" Randika masih tidak mengerti apakah benar-benar hal mengejutkan kalau dirinya menikah dengan Inggrid?
Memang mereka belum pernah melakukan hubungan badan, tapi dalam perkara hati bukankah mereka sudah saling terbuka?
Melihat bahwa tidak aja jejak-jejak kebohongan di mata Randika, Hannah merasa bahwa Randika berkata jujur. Dia lalu bertanya kembali. "Kalau begitu kau adalah kakak iparku?"
"Jelas!" Randika terlihat bangga. Inggrid dikenal sebagai perempuan tercantik di kota ini, jadi sebuah kesenangan tersendiri baginya untuk bisa menikahinya.
"Meskipun kau kakak iparku, bukan berarti kau boleh meraba tubuhku!" Kata Hannah dengan wajah yang memerah.
Randika melupakan masalah itu.
"Hei kau yang menggodaku tahu, bisa-bisanya kau memakai baju seseksi itu?" Kata Randika. "Lagipula kau mirip sekali dengan istriku kalau dilihat dari belakang, jelas aku salah sangka."
"Ha? Apa salahnya pakai baju santai di rumah dan siapa yang memangnya menggodamu?" Hannah merasa Randika tidak mau mengakui kesalahannya. "Dan aku juga tidak tahu kalau ada pria di rumah ini. Kalau tahu aku pasti tidak akan memakai baju seperti ini sehabis mandi!"
"Mandi? Jadi kau membersihkan diri dulu sebelum memberikannya padaku?" Canda Randika.
"Kau!" Hannah merasa jengkel, bisa-bisanya kakak iparnya mesum seperti ini.
Randika jelas bercanda, dia tidak akan mungkin menyentuh adik iparnya. Yang ada hanya masalah kalau dia melakukannya.
Jadi dia tidak bisa mengakui perbuatannya sebelumnya, dia harus membuat Hannah merasa bersalah!
Hannah menghela napas, dia merasa lelah berdebat dengan orang ini. "Yang penting, kau sudah meraba pantatku dan itu adalah fakta."
"Ha? Kalau kau tidak mengundangku untuk melakukannya jelas aku tidak akan bertindak seperti itu. Lagipula kenapa kok kamu tidak langsung teriak saja dari detik aku memelukmu?"
"Ah?" Hannah mulai terpojok.
"Maksudku kalau kau ingin menolakku sebelumnya, bukankah itu lebih logis daripada berdiri diam?" Bela Randika.
Melihat Randika yang mulai menang, Hannah mengeluarkan jurus yang dipelajarinya untuk menaklukkan pria manapun. Dia membusungkan dadanya dan menempel erat Randika dan mendongak ke atas. "Bukankah kau melakukannya karena aku cantik?"
Dadanya yang besar itu menempel di tubuh Randika, jurus macam apa ini!
Tapi memang Hannah ini luar biasa cantik. Bahkan kecantikannya mampu menandingi Inggrid, yang berbeda hanyalah sifat mereka berdua. Inggrid lebih dewasa sedangkan Hannah masih kekanak-kanakan.
Randika melihat mata Hannah yang berbinar-binar di bawah wajahnya dan terpukau olehnya.
Serangan perempuan ini dahsyat!
"Iya cantik." Randika mengangguk, lalu memarahinya. "Apa yang sedang kau rencanakan?"
"Tidak ada." Hannah lalu tersenyum nakal dicampur licik. "Barusan kau mengakuinya kan? Kau merabaku karena tidak tahan dengan kecantikanku! Aku akan cerita ini kepada kakak."
Apa!
"Eh kau yang menempelkan badanmu ke aku! Salahku di mana coba?" Randika marah karena dirinya merasa ditipu.
"Kau ngapain teriak-teriak?" Suara pelan muncul di belakang Randika. Inggrid lalu berdiri linglung ketika melihat adiknya. "Hannah?"
Inggrid benar-benar terkejut, mengapa adiknya bisa ada di sini?
"Kak!" Hannah langsung berlari untuk memeluk Inggrid, setelah itu dia bertanya. "Kak, kenapa kamu menikah tidak bilang-bilang?"
Ketika Inggrid mendengar hal ini, dia terkejut. Dia segera memikirkan berbagai macam jawaban di benaknya tetapi tidak bisa menemukan jawaban yang tepat.
"Tentu saja karena cinta kami itu sedang panas-panasnya. Kami sudah tidak sabar untuk menikah dan melakukannya begitu saja." Randika berusaha membantu Inggrid.
"Asalkan kau tahu ya, kakakku ini super terkenal atas kecantikannya di negara ini. Bagaimana mungkin dia menikah dengan pria biasa sepertimu!" Hannah tersenyum mengejek ke Randika.
"Ganteng begini kau bilang biasa? Aku itu bukan pria sembarangan seperti mereka-mereka yang ada di luar sana tahu!"
"Kau cuma pria barbar yang mesum, bukankah kau barusan melirik dadaku barusan?"
"Eh kau sendiri yang menunjukkannya!"
"Aku yang menunjukkannya?" Hannah tertawa, "Kak kau harus hati-hati terhadap pria ini. Kakak ipar itu hidung belang, jangan mau didominasi."
Hannah benar-benar tidak menahan diri untuk mengejek Randika.
Randika menggertakan giginya, adik iparnya ini membuatnya menjadi gila!
Inggrid mendengarkan semua ini dengan wajah tenang, dia sudah paham betul sifat adiknya ini. "Kamu kok tiba-tiba datang ke sini?"
"Aku bosan dan datang untuk bermain!" Kata Hannah sambil tersenyum.
Melihat kedua kakak adik ini mengabaikan dirinya, Randika sedikit sedih. Dia lalu memasang ekspresi cemberut sambil menunggu mereka berdua selesai berbicara. Ketika Hannah hendak menuju kamarnya, dia menoleh ke arah Randika sambil tersenyum bangga.
Baiklah kita sudah impas.
Randika lalu melihat Inggrid yang terlihat kelelahan.
"Kenapa kamu? Pusing?" Randika menghampirinya.
"Sedikit, terlalu banyak masalah di kantor. Aku jadi pusing karenanya." Randika lalu berbisik kecil di telinga Inggrid. "Datanglah ke kamarku, aku akan menyembuhkanmu."
"Ah!" Inggrid kaget ketika mendengarnya dan tersipu malu. "Mesum!"
"Ha bukannya wajar kalau aku mengkhawatirkanmu? Kita kan suami istri jadi kalau kita sekamar bukan masalah besar, atau kau ingin menjelaskan pada adikmu kalau kita hanya kawin kontrak?"
Mendengar kata-kata terakhir itu, Inggrid tersadar. Dia tidak boleh membiarkan adiknya tahu bahwa dia hanya kawin kontrak dengan Randika. Bisa-bisa mulut embernya itu menceritakannya ke mana-mana.
Inggrid langsung mengangguk.
Randika sangat senang, berkat adik iparnya itu akhirnya dia bisa berduaan dengan Inggrid. Setelah mereka masuk ke kamar, Hannah yang melihat mereka berdua bergumam. "Bisa-bisanya kakak mau masuk ke kamar pria itu! Jangan-jangan mereka beneran menikah."
Mengingat sifat kakaknya itu, bisa-bisanya dia memilih pria barbar seperti itu?
Mengingat kejadian memalukan tadi, Hannah menjadi cemberut sekaligus marah.
This chapter upload first at NovelBin.Com