Chapter 53: Bagai Mentimun Dengan Durian
Chapter 53: Bagai Mentimun Dengan Durian
Randika langsung berteriak panik, "Safira kau kenapa!?"
Namun, telepon itu segera mati tanpa ada jawaban apa-apa.
Apa yang telah terjadi?
Randika langsung menjadi panik. Safira pasti dalam keadaan genting, tapi dia tidak tahu apa-apa tentang situasi adiknya itu. Bagaimana dia bisa membantu kalau dirinya tidak punya petunjuk apa pun?
Randika langsung terselubungi dengan aura membunuh. Bajingan mana yang berani melukai keluarganya itu?
Dia lalu menghela napas dan berusaha mengontrol diri. Sekarang bukannya waktu untuk bertindak gegabah, sekarang adalah waktunya mengumpulkan informasi dan mencari keberadaan Safira.
Di saat ini, handphonenya kembali berdering dan ternyata itu pesan singkat yang berisikan sebuah alamat.
Melihat pesan singkat itu, Randika menghela napas lega. Bisa mengirimkan pesan menandakan bahwa Safira belum berada di situasi berbahaya dan masih ada waktu untuk dirinya bertindak.
Randika tidak ragu loncat dari jendela kamarnya. Dia dengan cepat menyatu dengan bayangan dan melesat bagai panah.
Di area industri kota Cendrawasih, terdapat area industri kayu terkenal di seluruh Indonesia. Namun, setelah area itu mengalami kebakaran, tempat itu telah ditelantarkan dan belum ada tanda-tanda pembangunan kembali.
Di salah satu gedung, Safira berbaring di tanah dengan baju yang kotor sedangkan baju Elva terlihat compang-camping. Darah menetes dari sudut mulut Elva dan membuat bajunya semakin kotor.
Di hadapan mereka, terlihat sosok laki-laki berbaju hitam yang mengenakan kacamata hitam. Mereka melihat kedua perempuan itu dengan tatapan acuh tak acuh.
"Ternyata segini aja kekuatan Arwah Garuda yang terkenal itu?" Nada suara orang ini penuh dengan ejekan dan caranya berbicara sedikit aneh. Jelas orang ini bukan orang Indonesia.
Orang ini bernama Brian, dia adalah buronan internasional. Arwah Garuda mendapatkan perintah untuk mengejarnya ketika mengetahui bahwa Brian bersembunyi di Indonesia. Namun, mereka tidak menyangka bahwa orang ini ternyata pintar dan kuat. Dia berhasil memancing Safira dan Elva ke gedung terbengkalai ini dan menangkap mereka berdua.
Saat Elva bertarung dengan tangan kosong dengan Brian, ternyata dia sama sekali tidak bisa menyentuh pria itu sedikitpun. Dia terus-terusan dipermainkan hingga kelelahan dan dihajar hingga hampir tidak sadarkan diri.
"Meskipun kalian lemah, tapi pelacakan kalian boleh juga." Kata pria itu dengan terbata-bata. "Tapi aku bingung, kenapa anjing-anjing seperti kalian ingin menangkapku?"
"Memangnya perlu alasan untuk menangkap buronan?" Elva mendengus sambil berusaha berdiri lagi. "Sudah merupakan tugas kami untuk menangkap penjahat sepertimu."
"Itu percuma." Pria itu menggelengkan kepalanya dan berkata kembali dengan nada dingin. "Yang perlu kau tahu, semua orang yang mengejarku sebelumnya sudah mati."
"Lagipula, aku sama sekali tidak takut dengan polisi. Bahkan aku sangat menyukai kalian khususnya orang yang secantik dirimu." Kata-kata Brian dipenuhi dengan kengerian tersendiri. "Aku belum pernah mencicipi perempuan negara ini."
"Cuih." Elva meludah. "Semua buronan yang aku hadapi telah kubunuh dan sebentar lagi kau akan bergabung dengan mereka."
"Hahaha, Oh betapa menariknya dirimu nona. Kau benar-benar energik dan aku tidak sabar mendengar desahanmu itu." Mata Brian dipenuhi dengan aura jahat. "Aku tidak menyangka bahwa Arwah Garuda akan memberikan diriku dua gadis cantik untuk aku cicipi."
Safira memperhatikan kedua orang ini dari samping, dia mulai khawatir. Dia tidak menyangka bahwa Brian akan sekuat ini.
"Kak Randika cepatlah datang." Safira terus berdoa dalam hatinya.
"Jangan khawatir, aku akan memotong alat kelaminmu itu!" Elva mulai jengkel, aura membunuhnya segera menyelubunginya.
"Aku rasa kau tidak ingin melakukannya, kalau kau memotongnya bagaimana mungkin aku dapat memuaskanmu dan temanmu itu?" Brian mengetahui bahwa kunci kemenangannya adalah membunuh ataupun membuat pingsan Elva. Setelah itu, dia bisa menikmati dua piala itu dengan leluasa.
Elva tidak mendengarkan Brian sama sekali, dia berfokus mengumpulkan tenaga dalamnya.
"Kalau kata orang Indonesia itu kalian seperti 'bagai mentimun dengan durian'. Tidak peduli kalian mau berontak berapa kalipun hasilnya akan sama." Kata Brian.
Namun, Elva tidak mempedulikannya dan sudah menerjang maju.
Kebulatan tekad Elva sudah bulat. Meskipun sudah dikalahkan dua kali oleh Brian, itu tidak melemahkan semangat tarungnya. Malahan, hal itu membuat dirinya semakin membara-bara.
Sebuah pukulan sudah dia layangkan ke arah wajah Brian. Ketika dia berusaha memblokirnya, Elva menarik tinjunya dan melayangkan tendangan ke dadanya. Brian bereaksi dengan cepat dan menangkap kaki Elva. Di saat yang sama, dia melancarkan serangan sikut ke paha Elva.
Merasa sudah terlambat untuk memblokirnya, Elva menggunakan kakinya yang tertangkap itu sebagai tumpuan dan menendang belakang kepala Brian. Namun, sebelum keduanya melancarkan serangan balik itu, Brian melepas dan mendorong kaki Elva dan itu membuat Elva terjatuh.
Brian masih ingin bermain-main dengan mangsanya itu, dia tidak ingin membuat pincang gadis manis ini.
Ketika dia terkapar di tanah, wajah Elva dipenuhi api balas dendam dan berusaha menjegal Brian. Namun, Brian sepertinya sudah mengetahui serangan itu dan menghindarinya dengan mudah. Dia lalu melompat dan berusaha menginjak Elva yang masih terkapar!
Elva langsung berguling-guling. Tetapi, Brian berhasil menginjak dada Elva! Seteguk darah langsung keluar dari mulut Elva, dia merasa dirinya seakan-akan ditekan oleh sebuah gunung.
"Kan dari awal sudah kubilang kalau kau itu bukan tandinganku. Sayang aku harus membunuhmu sebelum mencicipi dadamu indah ini." Setelah itu, Brian segera melancarkan pukulan mematikan ke wajah Elva.
Safira langsung berteriak. "Elva bertahanlah! Kak Randika sudah dekat!"
"Mau berapapun orang yang dikirim Arwah Garuda, semua akan kubunuh." Brian menghentikan pukulannya ketika mendengar teriakan Safira.
Dan bantuanmu mungkin datang dengan percuma, karena setelah membunuh perempuan ini kau akan kuperkosa dan kubunuh! Hahahaha!"
Ketika Brian tertawa keras, sebuah suara terdengar dari atas. "Sayangnya tidak seperti itu."
Ketika ketiga orang ini mendengar suara itu, semuanya terkejut. Safira berurai air mata, Elva menghembus napas lega dan Brian menatap orang itu dengan kebingungan. Bagaimana mungkin orang bisa menemukan dirinya semudah itu?
Ketika mereka masih terpukau dengan kehadiran Randika, detik berikutnya dia telah menghilang.
Tanpa disadari dia telah membawa Elva ke samping Safira dan mengecek keadaan mereka.
Brian benar-benar terkejut, dia tidak dapat mengikuti kecepatan Randika sama sekali. Dia langsung menjadi waspada.
"Siapa kamu?" Tanya Brian.
"Kau tidak perlu tahu namaku, kau tidak layak mendengarnya." Kata Randika dengan santai.
"Kata-katamu sombong juga" Brian jelas telah terpancing emosinya. "Mari kita buktikan."
Randika lalu tersenyum. "Jangan menahan kekuatanmu atau kau akan menyesal."
Tanpa menunggu Randika selesai berbicara, Brian sudah menghilang menjadi bayangan. Randika juga segera menyusulnya.
Keduanya menghilang saking cepatnya!
Randika mengerutkan dahinya, sosok Brian di depannya tiba-tiba menghilang. Lalu pukulan mematikan dilayangkan Brian ke arah belakang kepala Randika.
Ketika berada di kecepatan tinggi seperti ini, satu pukulan saja bisa membuatmu pingsan.
Randika langsung berputar badan dan berkata pada Brian. "Lambat!"
Brian terkejut ketika dirinya terpental karena tendangan Randika. Brian memang sudah tahu kalau Randika memang cepat tetapi dia tidak menyangka ketika dia sudah mengeluarkan kekuatan penuhnya, dia masih tidak bisa mengimbangi Randika.
"Penuh celah!" Ketika Brian berusaha berdiri kembali, Randika sudah berada di depannya dan melancarkan beberapa pukulan.
Brian dengan sigap langsung memblokirnya tetapi 2 pukulan tidak bisa dia blokir dengan baik. Dengan bantuan tenaga dalamnya, Brian dengan cepat terpental kembali.
Brian berguling di udara hingga kacamata hitamnya terjatuh. Wajahnya dipenuhi dengan keterkejutan. Bagaimana mungkin lawannya ini begitu cepat, jauh lebih cepat dari dirinya.
Brian menghela napas dalam-dalam, mukanya terlihat serius. Dia berdiri kembali dan mengambil ancang-ancang dan menerjang Randika dengan kecepatan penuh.
Randika hanya berdiri diam dengan tatapan mata yang dingin. Ketika serangan Brian sudah dekat dia hanya mengangkat satu tangannya dengan santai dan menghindar ke samping sedikit dan melayangkan pukulannya tepat di wajah Brian!
Satu pukulan itu cukup membuat Brian terbenam di tanah.
Brian langsung memuntahkan seteguk darah sambil menyadari bahwa Randika memanfaatkan kecepatan dirinya.
Brian mulai mengeluarkan keringat dingin di dahinya. Siapakah orang ini? Bagaimana mungkin orang ini begitu kuat dan bisa menghajar dirinya dengan mudah?
"Segini doang?" Kata Randika dengan santai.
Seketika itu juga, Brian menggertakan giginya dan berdiri kembali. Dia mengambil beberapa langkah mundur dan kembali mengambil ancang-ancang. Randika hanya berdiri diam dan tidak bergerak sama sekali. Sekarang, Randika hanya memblokir serangan Brian.
Elva melihat pertarungan ini dengan wajah tidak percaya. Kedua orang itu bertarung dengan kecepatan tinggi yang bahkan dirinya tidak bisa lihat dengan jelas. Tetapi, perbedaan kekuatan dari keduanya mulai terlihat.
Tiba-tiba, Randika, yang sedang memegang kedua tinju Brian, mengangkat Brian dan melontarkannya dengan mudah.
"Bagaimana mungkin dia begitu kuat?" Ketika dirinya melayang di udara, dia sudah memutuskan untuk kabur. Dia memanfaatkan momentum yang diberikan Randika itu untuk kabur ke arah jendela.
Jendela gedung itu langsung pecah ketika ditendang oleh Brian, sosoknya langsung hilang tanpa jejak.
"Safira, kau baik-baik saja?" Randika langsung menghampiri adiknya itu.
"Kak, jangan biarkan dia kabur!" Meskipun dirinya sedikit terguncang, Safira masih baik-baik saja. Tugasnya adalah menangkap orang itu jadi dia tidak bisa membiarkannya kabur setelah melukai Elva sedemikian rupa.
"Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkannya kabur. Tunggulah di sini."
Randika tersenyum dan menghilang dari gedung.
"Percuma." Elva bergumam pada dirinya. Karena dirinya telah hidup lama di dunia kegelapan, dia mengetahui bahwa Brian memiliki kemampuan untuk menghilang tanpa jejak. Bahkan jika kau kehilangan dirinya cuma satu detik saja, maka Brian tidak akan bisa terkejar.
Bagaimana mungkin buronan internasional semacam Brian tidak memiliki kemampuan mendasar seperti itu.
"Elva kau tidak perlu khawatir. Kak Randika pasti menangkapnya, dia selalu menepati janjinya." Kata Safira sambil tersenyum.
Ketika dia keluar dari jendela, baju serba hitam Brian langsung dia lepas dan pakaiannya sudah menjadi orang miskin yang mabuk. Dia tidak lupa membawa botol bir dan berjalan terseok-seok, biar penyamarannya semakin nyata.
Sekarang dari luar, dia benar-benar seperti orang tengah baya yang kerjanya cuma mabuk-mabukan. Dia sudah menyiapkan jalur kabur bahkan sebelum dia memancing Elva dan Safira ke gedung terlantar tersebut. Lebih baik berjaga-jaga daripada menyesal.
Tetapi, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa takut terhadap Randika. "Akan kuingat kejadian memalukan ini, tunggu saja akan kubalas perbuatanmu!"
Brian langsung membaur dengan kerumunan orang dan memastikan bahwa dia tidak bisa dilacak dengan mudah.
Setelah berjalan beberapa saat, Brian berjalan menuju ke sebuah gang sepi. Dia langsung melompati dinding dan berada di atap sebuah bangunan. Saat dia mencapai atap bangunan tersebut, dia sudah ditunggu oleh Randika.
"Ha? Bagaimana mungkin?" Mata Brian terbelalak melihat sosok Randika. "Kau. Bagaimana bisa kau menemukanku!"
Brian benar-benar tidak percaya dengan kejadian ini. Bagaimana bisa pria itu ada di sini? Bagaimana bisa penyamarannya ketahuan secepat itu?
Bahkan Arwah Garuda saja kesusahan melacaknya. Bahkan kalau dia sendiri tidak memberikan petunjuk buat Elva mengejarnya, mungkin Arwah Garuda tidak akan pernah bisa menemukan dirinya.
Tetapi, pria di depannya ini bisa menemukan dirinya dengan mudah. Hal ini masih sulit untuk dia percayai.
Randika hanya tersenyum kecil, "Maksudmu bagaimana bisa aku melihat penyamaranmu atau kenapa aku bisa berada di sini duluan?"
Brian mengambil langkah mundur sambil mengatakan, "Bagaimana bisa kau membongkar penyamaranku? Kau pertama kalinya yang bisa."
"Yah aku harus memujimu karena penyamaranmu memang bagus." Randika menghampirinya perlahan. "Kalau bukan karena tenaga dalammu yang besar itu, aku mungkin tidak bisa menemukanmu."
Setelah selesai berbicara, sosok Randika sudah berubah menjadi asap dan menerjang ke arah Brian. Tangan kanannya berhasil mencengkram pergelangan tangan Brian sedangkan Brian langsung berusaha kabur ketika Randika sudah bergerak.
"Jangan harap kau bisa kabur!" Randika segera menarik paksa Brian.
Brian memanfaatkan momentum dari tarikan Randika itu untuk berguling dan menendang tanah lalu meloncat turun gedung. Yang mengejutkannya bahwa dia disambut oleh pukulan Randika di saat dia berada di udara.
Pukulannya mengenai perutnya dan Brian langsung tersungkur di tanah.
Randika langsung menendang Brian dan berdiri di atas punggungnya.
"Sekarang kau tidak bisa kabur." Kata Randika dengan santai.
Brian hanya bisa meringkuk kesakitan. Ketika dia berusaha melepaskan diri, Randika memukulnya tepat di punggungnya.
"Kalau kau bergerak sekali lagi, aku tidak akan sungkan mematahkan beberapa tulangmu." Kata Randika.
Ekspresi Brian langsung menjadi dingin.
[1] Orang yang lemah tidak berdaya melawan orang yang berkuasa
This chapter upload first at NovelBin.Com