Chapter 8: Kau Memiliki Semua Bahan yang Dibutuhkan!
Chapter 8: Kau Memiliki Semua Bahan yang Dibutuhkan!
Malam ini dilalui oleh Randika tanpa tidur. Rasa kecewa karena dikhianati dan rasa sakit tubuhnya menemaninya sepanjang malam hari ini. Setiap kali dia memejamkan mata, sosok Bulan Kegelapan dan Harimau akan nampak di benaknya. Yang mengusik pikirannya adalah bagaimana bisa mereka berdua yang mengaku telah menyerang markasnya, kini sudah berada di Indonesia secepat itu? Apakah mungkin orang yang menghancurkan markasnya adalah ulah orang lain?
Meskipun Yuna yakin bahwa musuh yang menghancurkan markasnya adalah Bulan Kegelapan, orang tersebut masih mengenakan topeng. Kecil kemungkinannya bahwa Yuna salah menebak identitas orang tersebut, karena Yuna telah bekerja sama dengan Bulan Kegelapan sejak lama.
Jadi Bulan Kegelapan yang dia lawan adalah orang lain?
Secara logika inilah yang paling masuk akal. Tapi wajah lawannya itu benar-benar mirip dan terlebih kecepatan si Bulan Kegelapan yang dia bunuh. Kecepatan seperti itu tidak akan mudah ditiru oleh siapapun di dunia ini. Randika yakin bahwa orang yang dilawannya adalah Bulan Kegelapan.
Randika merasa masalah ini benar-benar tidak masuk akal. Pasti ada suatu petunjuk yang terlewatkan. Sambil memainkan pisau di tangannya, wajah Randika semakin serius memikirkan adegan pertarungan sebelumnya.
Tiba-tiba, dia sadar bahwa ada jejak percikan darah di pisaunya. Darah ini tentu milik si Bulan Kegelapan. Pisau yang dimainkannya adalah pisau yang sebelumnya menancap di tubuh Bulan Kegelapan.
Membunuh? Aku membunuhnya dengan pisau ini?
Randika mulai memahami kunci permasalahan ini.
Dia tidak mau menyombong, tetapi dalam kondisi terbaiknya membunuh Bulan Kegelapan bisa dia lakukan dalam 1 detik. Bahkan dalam kondisinya yang seperti sekarang ini, dia masih bisa melakukannya tanpa kesulitan.
Namun, apakah Bulan Kegelapan benar-benar seceroboh itu?
Naoki Moretti dan mafia Italia mungkin tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai kekuatan dirinya, tetapi apakah Bulan Kegelapan sama seperti mereka? Setelah bersama-sama meraungi hidup selama 8 tahun, tidak mungkin Bulan Kegelapan tidak mengerti kekuatan sang Dewa Perang.
Meski begitu, dia tetap melawan Randika seorang diri. Apakah dia sudah tidak memiliki niatan untuk hidup?
Randika juga sangat memahami karakter Bulan Kegelapan. Orang ini adalah orang yang sabar dan penuh dengan skema licik. Hal terakhir yang akan dia lakukan adalah membahayakan nyawanya sendiri.
Bulan Kegelapan yang dia bunuh nampaknya tidak memiliki pemahaman terhadap kekuatannya. Jadi apakah serangan yang dilakukan oleh Bulan Kegelapan terhadap Randika bertujuan untuk membunuh dirinya sendiri?
'Musuh dalam keadaan lemah, apa pun yang terjadi hari ini aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri.' Prinsip seperti ini tidak mirip dengan karakter si Bulan Kegelapan. Jadi jelas, Bulan Kegelapan membuang prinsipnya.
Jadi kunci permasalahan hal ini adalah kematian si Bulan Kegelapan!
Randika akhirnya menemukan inti permasalahannya tapi, entah kenapa, dia merasa bahwa masalah ini masih terlalu tidak jelas. Pada saat ini, matahari sudah mulai terbit dan terdengar pergerakan dari kamar Inggrid.
Randika segera terbangun dan meraup mukanya. Ketika dia keluar dari kamarnya, Inggrid juga berada di ambang pintu kamarnya.
Inggrid baru saja bangun. Meskipun dia sudah cuci muka, muka ngantuknya masih belum bisa hilang. Tanpa adanya riasan, wajahnya masih terlihat cantik alami dan piyama yang dia pakai menambah kesan imut pada wanita cantik ini.
Ketika Inggrid membuka pintu, dia disambut oleh wajah seorang pria yang sedang menatapnya lekat-lekat. Inggrid terlihat panik dan akhirnya sadar bahwa bukankah lelaki ini yang mengikat jalinan perkawinan dengannya?
Apabila Randika memiliki kekuatan untuk membaca pikiran, dia pasti akan sedih. Bagaimana tidak? Istrinya melupakan dirinya, bahkan dia tidak ingat dengan wajahnya.
"Hai istriku yang cantik, kok sudah bangun?" Entah kenapa setiap kali mereka berdua bertemu, Randika selalu ingin menggoda Inggrid.
Istri?
Mendengar hal ini, Inggrid langsung merinding. Dia kemudian memasang muka serius dan memandang wajah Randika dengan wajah yang dingin. "Jaga mulutmu! Aku tidak ingin mendengar kata-kata seperti itu lagi!"
"Lha terus aku harus memanggilmu apa? Istriku, kau nampaknya malu-malu kalau hubungan kita diketahui orang. Bagaimana kalau aku memanggilmu sayang atau cintaku?" Randika terus menggoda Inggrid dibumbui dengan senyuman.
"Kau! Jangan sampai kau memanggilku seperti itu!"
Inggrid merasa bahwa pagi-pagi dia sudah dibuat menjadi gila. Dari sejak dia bertemu dengan Randika, perasaan Inggrid selalu buruk. Terlebih, pria ini sungguh tidak tahu malu. Dia benar-benar membencinya, apakah pria ini tidak bisa melihat hal ini?
"Terus aku harus memanggilmu apa? Istri tidak boleh, sayangku juga tidak, bagaimana kalau beruangku yang kecil?"
Setiap kata yang diucapkan Randika berhasil membuat Inggrid membenci dirinya. Pria ini benar-benar bodoh atau apa? Bukankah mereka hanya menjalin kawin kontrak? Kenapa dia berusaha membuat dirinya kesal terus-terusan?
Inggrid tidak membalas perkataan Randika dan hanya turun ke lantai 1 begitu saja.
Inggrid merasa percuma berdebat dengan lelaki bodoh itu. Semakin kau berdebat, semakin kesal dirinya. Jadi solusi terbaik adalah mengabaikannya!
"Yuhuu Beruang kecilku yang cantik! Jangan kau lari dari cintaku yang membara ini. Mari kita nikmati hari ini bersama-sama "
Randika hanya berteriak dari atas dan memberikan kecupan dari jauh sedangkan Inggrid turun dengan tangannya menutup telinganya.
.....
Di lantai bawah, Ibu Ipah sudah mempersiapkan sarapan. Hari ini menu sarapannya adalah roti dan telur orak-arik dan aneka buah-buahan. Inggrid berusaha secepat mungkin memakannya. Dia tidak sabar untuk segera pergi meninggalkan rumah dan Randika.
Meskipun begitu, Inggrid tidak bisa makan dengan cepat. Malahan, dia makan dengan elegan mirip seorang putri kerajaan. Mungkin ini adalah table manner yang telah mendarah daging di tubuh seorang kalangan atas.
Sebaliknya, Randika makan dengan tata krama yang buruk. Dia duduk makan seperti sedang di warung dengan satu kakinya berada di atas kursi. Terlebih dia makan di samping Inggrid.
Jelas dari suaranya, Inggrid menggeser kursinya dan tidak ingin dekat-dekat dengan Randika. Randika pun tidak berkata apa-apa. Dia hanya fokus terhadap makanan yang ada di depannya dan dia sudah tidak sabar untuk segera melahap semuanya.
Untuk sesaat, Randika merasa bahwa di dunia ini hanya ada dirinya dan setumpuk makanan di hadapannya. Dia memakan semuanya dengan cepat dan dengan mulut yang terlihat penuh.
"Wow, buah apa ini? Kok empuk sekali?"
Randika yang sibuk mengambil segala macam makanan tidak sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan. Aura membunuh segera memenuhi ruang makan kediaman Inggrid ini.
Sadar akan tatapan ini, Randika segera melihat tangannya sendiri. Oh tidak! Ternyata dia salah mengambil buah milik Inggrid yang besar itu!
"Uhuk, Uhuk.. Maaf aku makan terlalu cepat jadi tidak sadar akan perbuatanku. Ahhh, aku kok merasa kenyang ya? Aku akan menghirup udara segar dulu!" Randika pun lari terbirit-birit, takut akan omelan Inggrid yang siap melanda dirinya.
Lagipula, aura membunuh yang keluar dari Inggrid sudah sangat pekat jadi kalau dia tidak lari bisa-bisa dia akan dibunuh beneran oleh istrinya!
Sebenarnya, Randika mencari-cari alasan untuk bisa keluar dari rumah. Di depan Inggrid, dia tidak berbicara mengenai masalah yang dia alami. Kemarin, ajakan pernikahan Inggrid benar-benar menarik bagi dirinya jadi dia mengikuti pengaturan istrinya itu. Dan sekarang dia merasa bingung, apabila hal ini semua selesai apakah dia akan pergi ataukah akan tetap bersama dengan Inggrid seumur hidupnya? Hal ini membuat dirinya bingung.
Ketika melihat sosok Randika yang menghilang, Inggrid segera cemberut. Alasan dia begitu sabar terhadap tindakan cabul Randika adalah kejadian semalam yang sedikit melelehkan hatinya.
Inggrid sadar bahwa hidupnya telah diselamatkan oleh Randika. Setidaknya ada kebaikan di dalam diri Randika pikirnya
Inggrid tahu bahwa hubungan mereka hanya terjalin berkat kesepakatan mereka yang berlandaskan uang. Walaupun itu terdengar salah, apa salahnya memiliki hubungan baik di antara mereka? Setidaknya Inggrid ingin tetap hidup dengan tenang dan tidak mencolok.
...
Setelah berhasil keluar dari rumah, Randika segera berkeliling di area perumahan. Perumahan ini milik kalangan elit jadi sisi jalan maupun tanaman yang ada sangatlah bersih dan indah. Dia mulai berandai-andai dengan uang yang diberikan Inggrid nantinya dan berpikir bahwa dia akan membeli salah satu rumah di perumahan ini.
Rumah yang dimiliki oleh Inggrid dekat dengan taman. Di taman ini ada sebuah danau buatan yang indah. Dengan adanya mainan untuk anak-anak dan fasilitas lainnya, membuat taman ini sangat nyaman dikunjungi.
Ketika dia hendak mendekati taman tersebut, Randika kedatangan seorang tamu yang sedang bersembunyi di balik kegelapan.
"Ohhh, Elva? Wow ternyata kegelapan malam kemarin membuatku salah menilai figurmu. Ternyata kau memiliki tubuh yang elok juga!" Tentu hal ini dikatakan oleh Randika sebagai candaan saja.
Elva yang mendengarnya hanya berkata tanpa ekspresi, "Nona Safira setuju untuk bertemu dengan Anda. Aku akan membawamu ke tempatnya."
"Aduh semua perempuan rasanya suka mengejarku. Apakah ketampananku sudah melegenda di negara ini?"
Hal ini untungnya tidak terucapkan karena kalau sampai terucapkan, entah apa reaksi Elva. Untuk masalah Safira, Randika merasa bahwa hari ini adalah hari keberuntungannya karena dia sangat membutuhkan bantuannya. Dia hanya cemas apakah Safira masih mengingat dirinya?
This chapter upload first at NovelBin.Com