Chapter 26: Apakah Kau Punya Surat Ijin Mengemudi?
Chapter 26: Apakah Kau Punya Surat Ijin Mengemudi?
Setelah bersiap-siap dan berpamitan, Randika akhirnya kembali menuju kota Cendrawasih.
Sekarang sudah memasuki hari ketiga sejak Randika meninggalkan istrinya. Kondisi tubuhnya sudah membaik berkat bantuan kakek ketiga. Setidaknya dalam satu bulan ini tidak akan ada masalah besar pada tubuhnya dan terlebih dia bisa menggunakan tenaga dalamnya seperti sedia kala.
Saat akhirnya dia sampai di terminal bus kota Cendrawasih, waktu masih menunjukan pukul 3 siang. Dia memutuskan untuk pergi ke perusahaan Cendrawasih. Namun karena dia malas berjalan, dia akhirnya memutuskan untuk memanggil taksi.
Tidak lama kemudian, sebuah taksi datang dan dia menaikinya. "Tolong ke perusahaan Cendrawasih."
Karena terminal ini berada di ujung kota dan perusahaannya berada di tengah kota, bahkan dengan taksi pun akan membutuhkan waktu setengah jam.
"Baiklah."
Ketika Randika sudah masuk, si pengendara taksi langsung memacu mobilnya. Dalam sekejap, taksi tersebut sudah memasuki kecepatan tinggi.
Randika yang tidak tahu apa-apa hampir saja terjatuh dari tempat duduknya.
"Hei, bisakah pelan sedikit?" Randika yang masih kaget ini ingin memarahi si supir tetapi ketika melihat wajah si supir, dia lebih kaget lagi. Ternyata yang mengendarai taksi ini seorang perempuan, cantik pula.
Perempuan ini sangat cantik dan terlihat polos. Apabila dilihat dari mukanya, sepertinya dia masih anak kuliahan. Apabila dia membandingkan dengan perempuan yang ada di desanya, perempuan ini sudah bisa dianggap perempuan tercantik!
Mata bundarnya yang besar, hidung yang mancung, bibir yang kecil itu tidak bisa lepas dari pandangan Randika. Terlebih, lekukan badan perempuan ini sungguh bagus meskipun pakaiannya menutupinya. Tidak ada yang bisa menipu mata Randika!
Glek Randika menelan air liurnya.
Loli [1] dengan dada besar, loli dengan dada besar!
Perempuan ini dengan santainya menoleh dan mengatakan, "Biasanya kecepatanku segini sih."
"Uhuk!" Randika pura-pura batuk agar aksi mengintipnya tadi tidak ketahuan, dia tidak mau terlihat mesum di depannya. "Baiklah kalau begitu."
Setelah mengatakan itu, ada senyuman kecil yang naik di bibir perempuan itu. "Kalau begitu berpeganglah."
Suaranya terdengar manis. Randika semakin menyukai perempuan ini. Namun, perempuan ini segera memacu gasnya lebih kuat dari sebelumnya. Taksi ini melesat dengan cepat!
Untungnya, Randika kali ini sudah siap dan tidak terbang dari tempat duduknya.
Taksi ini melaju dengan kencang, Randika melihat pemandangan kota yang dilaluinya. Tapi sebenarnya, pemandangan yang dia lihat lebih hebat lagi. Pantulan dada loli ini luar biasa!
Sambil terus meliriknya, lama-lama Randika memutar kepalanya. Dada itu terus bergerak tanpa henti, siapa sangka dirinya akan mendapatkan supir taksi secantik ini.
Kalau dipikir-pikir, apakah dadanya ini mengalahkan Viona?
Randika kembali menatap tajam kepada dada tersebut. Dia lalu melihat panjang dadanya itu mengalahkan jurang dan mungkin jika meremasnya tangannya tidak akan cukup.
Ya tuhan perempuan ini lebih besar dari Viona!
Randika yakin bahwa ini adalah dada terbesar yang pernah dia lihat selama hidupnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, perempuan ini masih muda.
Perempuan ini jelas menyadari tatapan Randika yang berada di kursi belakang. Selagi menunggu lampu merah, dia menoleh ke arah Randika dan bertanya, "Kamu yakin mau ke perusahaan Cendrawasih?"
"Maksudmu?" Randika kaget tiba-tiba diajak bicara.
Wajahnya langsung dia alihkan, dia berharap perempuan itu tidak menyadarinya.
"Maksudku sepertinya kau ingin melepaskan nafsumu itu." Katanya. "Aku sering membawa orang-orang ke tempat pelacuran, jadi jujur saja aku tahu tempat seperti itu tanpa perlu berpikir."
Randika kaget ketika mendengarnya, dia pikir aku punya uang melakukan hal itu?
Lagipula dia merasa dirinya juga tampan dan berkharisma, buat apa dia menyewa pelacur?
Randika ingin membantah perkataan perempuan itu dengan keras. Apa kau pikir aku ini bapak-bapak mesum?
Ketika dia melihat reaksi Randika, dia sepertinya mengerti bahwa ini hanyalah salah paham. Tapi dia memutuskan untuk menggodanya lebih lanjut, "Jangan malu, tempat pelacuran kota ini aman kok. Apakah kau datang ke kota ini untuk mencari gadis muda?"
Randika mencucurkan keringat dingin. Mengapa supirnya ini tiba-tiba seakan-akan menjadi germo dalam sekejap?
Penampilan lolinya dan sikapnya sungguh sangat berbeda.
"Sejujurnya saja, kalau kau ke pusat kota malah gadis-gadis di sana kurang bagus. Mereka kurus-kurus dan hidupnya kurang menyenangkan. Rugi kalau kau ke sana." Perempuan ini terus-terusan berbicara mengenai tempat pelacuran.
"Yah meskipun di pusat kota dikatakan sebagai tempat pelacuran paling murah tapi banyak mata yang mengintai. Polisi sering berpatroli dan apabila kau bernasib sial, kau bisa-bisa dibawa ke kantor polisi." Dia pun menoleh ke arah Randika. "Untuk keamanan kendaraanku dan keamananmu, aku bisa membawamu ke tempat pelacuran terbagus secara cuma-cuma."
"Tempat yang paling bagus adalah jalan Semanggi. Jalan ini memang terkenal sebagai tempat pelacuran terbagus. Gadis-gadis di sana masih muda dan pelayanannya dikenal bagus. Jika kau mau membayar lebih, kau bahkan bisa mendapatkan pelayanan ekstra. Mereka juga menyediakan kostum seperti pramugari, polisi, seragam SMA dll. Seharusnya mereka memiliki semuanya."
Randika benar-benar tidak habis pikir. Bisa-bisanya gadis secantik ini berbicara mengenai pelacuran dengan mudah. Apakah dia sehari-harinya hidup di tengah-tengah mereka?
"Lagipula di jalan Semanggi juga banyak preman yang berkuasa. Jika tidak ada surat penangkapan ataupun penggeledahan, polisi tidak akan menyerbu tempat ini. Bisa dikatakan jalan Semanggi adalah tempat paling aman. Selama kau punya uang, kau akan hidup bagai raja di sana." Ketika selesai mengatakan ini, dia menoleh untuk melihat wajah Randika yang kebingungan. Dia tersenyum lebar dan menepuk pundak Randika.
Perempuan itu menambahkan, "Jangan malu, laki itu punya banyak kebutuhan dan aku tahu itu. Tidak perlu sungkan."
Randika benar-benar bingung harus berkata apa. Dia tidak habis pikir bahwa Ares si Dewa Perang ini disamakan dengan pria-pria mesum.
"Kalau kau ingin yang lebih menggairahkan lagi, kau harus ke bagian barat kota. Di sana mereka lebih lengkap lagi dan lebih ke arah hal-hal eksotis, gadis-gadis dari luar negeri berada di sana. Kalau kau ingin mencoba hal baru dengan para bule, aku sarankan kita ke sana."
Perempuan ini tidak kunjung berhenti berbicara. Randika yakin bahwa dirinya sudah dicap orang mesum yang sedang bernafsu.
"Ah iya, minggu lalu aku dengar kalau mereka kedatangan cewek-cewek dari Rusia yang sangat berpengalaman. Keahlian mereka di ranjang akan membuatmu berada di surga katanya." Dia menjelaskan ini bagai sedang menjual celana.
Melihat Randika yang tidak ada responnya dari tadi, perempuan ini pun bertanya. "Hei kenapa kau tidak bicara? Gadis macam apa yang kau suka?"
Dia lalu membisiki Randika, "Jangan-jangan kau suka yang jauh lebih muda lagi?"
"Ya tuhan! Bisa-bisanya kau abnormal seperti itu? Biarkan aku berpikir sebentar. Seharusnya ada orang yang menyediakan jasa gadis di bawah umur seperti itu."
"Stop! Aku bukan pria mesum!" Randika sudah tidak sabar lagi. Perempuan ini kalau dibiarkan semakin menjadi-jadi.
"Tidak mesum?" Perempuan itu segera menoleh ke Randika, "Kalau begitu ngapain dari tadi melirik tubuhku?"
Randika tidak bisa membantahnya. Salah siapa punya dada sebesar itu!
Randika hanya bisa diam dan memasang wajah senyum terpaksa. Dia lalu melihat bahwa mereka sudah tiba di pusat kota dan jalanan sudah mulai diisi banyak mobil.
Randika mengerutkan dahinya. Untuk ukuran kecepatan di jalan ini, taksi ini terlalu cepat. Bukankah harusnya dia memelankan kecepatannya? Tapi dia merasa ada yang aneh juga dengan taksi ini, walaupun taksi ini terasa cepat tetapi suara mesinnya terdengar halus beda dengan taksi-taksi lainnya ketika mengebut.
Randika kemudian berusaha mengintip kecepatan taksi ini. Dia benar-benar kaget ketika melihatnya dan memasang sabuk pengamannya kencang-kencang. 120 km/jam!
Perempuan ini sudah gila! Bisa-bisanya dia memacu mobilnya secepat ini di jalan penuh mobil.
"Sudah jangan khawatir, aku akan membawamu ke tujuanmu dengan aman. Duduk saja." Suara perempuan ini masih manis seperti sebelumnya. Dengan wajah tenang, dia kembali memacu mobilnya dan kecepatan mobilnya bertambah!
"Aku mempercayaimu!"
Sekarang baru teka-tekinya terjawab. Sepertinya ini bukan mobil taksi biasa, ini pasti mobil balap yang dimodifikasi. Meskipun kecepatannya lebih dari 120, suara mesinnya tidak terlalu kencang.
Laju mobil ini semakin kencang. Di jalan sudah semakin banyak mobil berkendara. Randika hanya bisa percaya dengan kemampuan mengemudi perempuan ini. Kalau diumpamakan, mobil ini bagai kuda liar yang sedang mengamuk!
"Hei, bisakah kau pelan sedikit?" Randika masih berpegangan pada kursinya.
"Ha? Kenapa harus aku lakukan itu?" Perempuan itu terlihat bingung. "Tadi kamu juga bilang aku boleh mengendarai ini dengan cepat."
"Ini sudah di dalam kota. Kau bisa celaka bila berkendara seperti secepat ini!" Teriak Randika.
"Jangan khawatir, kau adalah penumpangku yang berharga jadi aku akan mengantarmu dengan selamat sampai tujuan." Meskipun dia terdengar perhatian, kecepatan mobilnya tidak berkurang.
Tin!!
Di saat mobilnya ini ingin menyalip, dari arah sebaliknya ada mobil yang melaju kencang juga. Randika sudah siap apabila terjadi sesuatu.
Ckitt!
Mobil taksi ini segera kembali ke jalurnya dan melaju lagi dengan kencang.
Belum sampai 1 menit setelah perempuan itu mengatakan bahwa dia akan mengantar dirinya dengan selamat, Randika sudah dibuat jantungan. Perempuan ini malah terlihat bersemangat, di saat ini suara Randika terdengar panik. "Lampu merah!"
Namun, si perempuan ini tidak berhenti sama sekali. Malah dia menerobosnya tanpa melihat keadaan. Mobil-mobil yang sedang melaju segera menginjak rem mereka.
"Hahaha!" Selamat dari lampu merah yang pertama, adrenalin semakin mengalir deras di tubuh perempuan ini. Ketika dia melihat ada lampu merah lagi, dia memacunya terus tanpa ada niatan berhenti.
Menunduk di kursi penumpang, Randika benar-benar ketakutan. Dia lebih memilih membunuh 1000 orang daripada harus duduk di mobil ini. Hidupnya benar-benar dalam bahaya dan dia malah mempercayakan hidupnya kepada seorang gadis muda.
Walaupun wajah perempuan ini terlihat polos dan cantik, tetapi caranya mengemudi sudah bagaikan orang gila.
Melihat perempuan tersebut yang bersemangat, Randika bertanya. "Hei apakah kau sudah punya surat ijin mengemudi?"
Perempuan itu menoleh dan terlihat bingung lalu kembali fokus ke jalan. Randika segera panik dan mengatakan, "Jangan-jangan kau."
Ketika dia menoleh, Randika sudah melihat kenyataan mengejutkan dari mata perempuan itu. Hidupnya benar-benar dalam bahaya.
"Aku tidak punya surat seperti itu. Sebuah surat tidak akan menghalangiku untuk memacu mobilku."
Randika segera menghela napas, "Kalau begitu, ini bukan taksi?"
"Bukan, ini mobil pribadiku." Seketika itu juga, mobil ini mengepot dengan kecepatan tinggi.
Randika kembali memegang sabuk pengamannya dengan erat. Kalau bukan taksi, ngapain kau mengambilku sebagai penumpang?
Randika sudah pasrah. Hidupnya sekarang ada di tangan orang lain jadi dia hanya bisa berdoa bahwa dia tidak mengalami kecelakaan.
Selagi dia memacu mobilnya, perempuan itu menoleh ke Randika dan bertanya. "Apakah kau takut?"
'Ya tuhan, kalau kau bukan perempuan sudak kumaki pasti dari tadi. Bagaimana aku tidak takut? Caramu mengemudi bagai orang kesurupan.' Inilah cerminan wajah Randika sekarang.
"Jangan khawatir, aku belum pernah menabrak kok selama ini."
"Hei hati-hati!" Sebelum dia selesai bicara, Randika sudah menerjang ke setir mobil. Taksi ini hampir menabrak sebuah mobil mewah yaitu Ferrari.
Karena rem mendadak ini, Randika hampir terlempar keluar dari mobil dan si perempuan cantik ini untungnya tidak mengalami luka apa pun. Hanya saja kaca samping kiri mobil ini pecah.
Lokasi mereka sekarang ini adalah persimpangan. Sebelumnya, lampu lalu lintas mereka berdua masih hijau jadi mobil mereka melaju kencang. Tiba-tiba Ferrari tersebut berusaha menerobos jadi benturan pasti tidak terelakkan. Untungnya, Randika masih sempat mengerem dan menghentikan laju mobilnya. Kalau tidak, bisa-bisa kedua mobil ini akan hancur lebur!
Apabila seperti itu, kelangsungan hidup dari kedua mobil bisa dipastikan nihil.
Setelah mobilnya berhenti total, tatapan wajah Randika menjadi serius. Kalau bukan gara-gara Ferrari ini, dia tidak akan merasakan rasa sakit ini.
Perempuan ini juga ikut marah, "Berengsek sekali dia! Lihat pembalasanku!"
Kemudian tidak disangka-sangka, perempuan ini malah menantang balapan si Ferrari tersebut!
[1] Istilah yang sering digunakan oleh para otaku Jepang terhadap remaja yang menjelang atau belum mengalami pubertas
This chapter upload first at NovelBin.Com