Chapter 27: Balapan Liar
Chapter 27: Balapan Liar
Perempuan ini memasang muka seriusnya. Tiba-tiba, dia kembali memacu mobilnya. Karena mobilnya ini adalah mobil balap yang telah dia modifikasi, jadi bisa dikatakan bahwa kecepatan mobil ini tidak kalah dari Ferrari.
Randika pun kembali duduk di kursi penumpang, dia menyadari bahwa Ferrari itu tidak terlalu jauh di depan.
"Berpeganglah!" Selesai mengatakan itu, perempuan ini menginjak pedal gas dengan sekuat tenaga. "Lihat saja! Akan kubalas kau!"
Wushhhh!
Mobil ini kembali menunjukan performa aslinya dan jarak di antara dirinya dengan Ferrari tersebut mengecil dengan cepat.
Suara knalpot yang memekakan telinga, disusul dengan suara klakson tanpa henti yang ditujukan pada Ferrari tersebut. Dan seketika itu juga, mobil mereka berhasil menyusul dan sekarang mereka melaju berdampingan.
Perempuan ini segera menurunkan kaca jendelanya, begitu pula si pemilik Ferrari. Tidak perlu satu kata pun, mata mereka yang membara sudah saling paham.
Pemilik Ferrari itu adalah pemuda di sekitar usia 20an yang berambut pirang. Dia menatap mobil Randika dan memberikan isyarat "kau payah" berupa jempol terbalik kepada mobil Randika.
"Oh?" Perempuan itu mendengus dan melakukan hal yang sama dengan pria muda itu. Mereka lalu saling menatap satu sama lain dan mengangguk. Kemudian, tanpa aba-aba, kedua mobil memacu mobil mereka hingga batasnya!
Si pemilik Ferrari itu tidak mau mengalah dengan mobil murahan jadi dia tidak sungkan-sungkan memacu mobilnya.
Ini adalah duel antar dua mobil balap. Randika yang duduk di kursi penumpang hanya terdiam. Dia ingin mengamati pertandingan ini.
Randika mengakui kemampuan supirnya ini. Di tangan perempuan tersebut, mobilnya bagai naga yang meliuk-liuk di jalan. Mobil-mobil di jalan tidak bisa menghalangi lajunya, Ferrari itu pun juga tidak kalah lihai dengannya.
"Kita sebentar lagi masuk di jalan Babatan."
Randika mengingatkan si supir perempuannya ini. Perempuan ini malah menoleh ke arah Ferrari yang ada di belakangnya dan memacu kembali mobilnya. Ferrari itu juga tidak mau kalah dan menginjak pedal gasnya kuat-kuat.
Jalan Babatan termasuk salah satu jalan tertua di kota Cendrawasih. Oleh karena itu, jalan di sini penuh lubang dan belokan. Tetapi hari ini, jalan tersebut ditakdirkan menjadi penentu kemenangan atas duel kedua mobil ini.
Di depannya sekarang ada pertigaan. Muncul mobil di sebelah kirinya. Perempuan ini segera mengerutkan dahinya. Jika dia tidak mengerem, maka dia berada dalam bahaya. Karena posisinya sekarang sedang lampu merah jika dia tidak memperlambat kecepatannya, dia takut akan celaka.
Setelah beberapa saat ragu-ragu, dia akhirnya menginjam rem dan menunggu lampu merah. Ferrari di belakangnya malah tidak mengerem sama sekali, dia menyalip mobil Randika dan mengepot dengan tajam. Untungnya dia tidak mengalami kecelakaan sama sekali.
Ketika melihat hal ini, mata si perempuan ini segera membara dan mengabaikan lampu merah. Dia mengklakson terus menerus, berusaha menghentikan laju mobil dari arah kirinya agar dia bisa berbelok. Dia terjebak!
Si pemilik Ferrari ini tertawa ketika melihat mereka dari kaca sampingnya. Dengan santai dia mengacungkan jari tengahnya keluar.
Perempuan ini tidak terima, dia menggertakkan giginya dan memacu mobilnya kencang-kencang. Si pemuda itu dengan sengaja menunggu mereka sebelum akhirnya melaju kencang lagi.
Karena mesinnya tidak kalah kuat, mobil Randika berhasil memperkecil jarak. Sekarang mereka ada di jalanan lurus yang panjang dan cukup lebar. Di sinilah saatnya mereka bisa menyalip!
Namun, ketika mereka hendak menyalip, Ferrari tersebut selalu berhasil menghadangnya. Walaupun digocek ke kanan ke kiri, Ferrari ini tidak membiarkan dirinya disalip.
"Dasar berengsek!" Mobil Randika masih tetap berusaha menyalip dari belakang sambil mengklakson. Si pemilik Ferrari tidak peduli dan mulai merokok.
Mobil mereka berdua terus melaju dan sebentar lagi akan ada tikungan. Entah kenapa, Ferrari ini memperlambat kecepatannya. Ketika melihat hal ini, mobil Randika segera memacu dan menyalip Ferrari di depannya. Perempuan itu langsung tersenyum lebar.
Tapi Randika malah mengerutkan dahinya melihat kejadian ini.
Firasatnya benar. Ketika mobilnya belok, pemuda itu mengepot lalu menyalip kembali Randika. Ketika itu terjadi, dia menabrak mobil Randika dan melaju kencang sendirian.
Duak!
Karena tidak memperlambat kecepatan di saat belok, benturan tadi membuat mobilnya hilang kendali. Untungnya mereka berhasil berhenti sebelum menabrak pagar pembatas jalan.
Pemilik Ferrari itu kembali berada di depan, dia tertawa ketika melihat mobil Randika yang lepas kendali itu.
Setelah memberikan mereka jari tengahnya, Ferrari itu melaju kembali.
"Bajingan!" Perempuan ini terus memaki si pemilik Ferrari yang bermain licik dari tadi.
Dia menyalahkan dirinya kenapa tidak bisa menang dari orang selicik itu.
"Biarkan aku yang mengalahkannya." Randika segera turun dan membuka pintu supir.
"Kau?" Si perempuan ini masih ragu-ragu.
Ketika melihat Ferrari itu semakin jauh, Randika segera masuk dengan paksa dan langsung memacu mobilnya.
"Hei hentikan!" Perempuan ini yang dipaksa minggir mulai ketakutan.
"Tenang saja." Randika memasang ekspresi tenang dan nada suaranya terdengar mantap.
Bukannya kau daritadi menyetir dengan kecepatan tinggi juga? Kenapa kok sekarang aku yang menyetir dengan kecepatan yang sama malah kau ketakutan?
Randika hendak mengatakan begitu tetapi dia mengurungkan niatnya. Sebaliknya, dia menyuruh perempuan itu duduk di belakang.
Dengan begini, Randika bisa menyetir leluasa dan tidak terganggu dengan melonnya yang besar itu.
"Eh tunggu jangan goyang!" Si perempuan ini masih berusaha ke belakang.
Si perempuan ini kesusahan untuk pindah ke belakang karena saking cepatnya mobil ini. Sedikit saja setirnya belok, maka dia bisa kehilangan keseimbangan. Randika masih harus fokus mengejar ketertinggalan mereka jadi dia tidak bisa memperlambat.
"Hei kau barusan pegang apa!" Perempuan itu kembali berteriak, kali ini dadanya telah disentuh oleh Randika.
"Maaf aku tidak sengaja." Kata Randika, tetapi dalam hati dia senang karena telah berhasil memanfaatkan kesempatan ini.
"Kau!" Perempuan ini tahu bahwa Randika pasti bohong, tetapi setelah melihat wajah serius Randika saat menyetir dia merasa bahwa tadi hanya ketidak sengajaan.
Sekarang mereka telah berhasil menyusul Ferrari itu.
Melihat cara menyetir Randika, si perempuan di belakang itu merasa ngeri. Kecepatan tinggi mobilnya terasa berbeda ketika dia yang menyetir dan ketika dia menjadi penumpang. Dia sekarang benar-benar ketakutan.
Mobil ini semakin lama semakin cepat, tidak ada tanda-tanda berhenti. Perempuan ini akhirnya hanya bisa berpegangan erat pada kursinya.
Randika di lain sisi malah bersemangat, dia sudah bisa melihat Ferrari yang tidak jauh darinya.
Setelah beberapa saat, setelah menyalip beberapa mobil akhirnya dia berhasil berada di belakang Ferrari tersebut.
Tin! Tin!
Randika mengumumkan kehadirannya kepada lawannya itu.
Tentu saja, Ferrari itu segera memacu lagi mobilnya dan disusul oleh Randika.
Sama seperti sebelumnya, sekarang mereka berada di jalanan lurus yang panjang. Ferrari itu terus menghalangi Randika agar tidak menyalipnya.
"Duduklah dan pegangan yang kuat."
Di saat itu juga, Randika menggocek Ferrari itu dengan kecepatan tinggi. Setelah beberapa saat, Randika berhasil menipunya dan menyalipnya! Sekarang mereka berdampingan satu sama lain.
Ketika si pemilik Ferrari itu menurunkan kacanya, dia melihat bahwa orang yang menyetir sudah berbeda.
Randika tidak peduli dan memacu mobilnya sehingga dia ada di posisi depan.
Pemilik Ferrari itu merasa terpukau dengan keahlian mengemudi Randika. Dia berpikir bahwa lawan barunya ini lebih jago daripada sebelumnya.
Randika kemudian memperhatikan laju Ferrari tersebut lewat kaca samping kanannya. Sekarang giliran dia yang menghalangi agar dirinya tidak tersalip. Setiap gocekan Ferrari itu dengan sempurna dihalangi oleh Randika.
Di saat ini, perempuan belakangnya berteriak awas dan pemilik Ferrari itu juga berwajah pucat.
Ketika Randika melihat jalan di depannya, ternyata ini adalah perempatan terkenal di Jalan Babatan. Karena untuk melestarikan gedung-gedung tua yang ada di jalan ini agar orang-orang bisa melihatnya, pemerintah membentuk tiga belokan di jalan ini agar seluruh gedung dapat dilihat.
Melihat bahwa ada belokan tajam di depannya, Randika memperlambat kecepatannya.
"Ah! Dia akan menyalip!" Pemilik Ferrari itu melihat peluang ini.
Kena kau!
Ketika si Ferrari itu hendak menyalip dan mengepot, Randika mempercepat lajunya dan mengepot dari bagian dalam.
Perempuan yang duduk di belakang itu terkejut. Mengepot dengan kecepatan penuh?
Untuk mengepot diperlukan menarik rem tangan tetapi Randika sepertinya menggunakan metode lain.
Belokan pertama sudah mereka lalui dan sebentar lagi mereka akan tiba di belokan lainnya.
Pemilik Ferrari itu merasa marah dan khawatir. Ketika dia mengepot sekali lagi, dia melihat bahwa lawannya juga mengepot. Bedanya adalah kecepatan lawannya itu seakan tidak berkurang malah bertambah!
Apa yang sedang terjadi?
Randika kemudian berada di depan lagi dan mengunci mati si Ferrari itu jadi dia tidak bisa menyalip dirinya.
Perempuan yang duduk di belakang itu tertegun, pria ini jago mengemudi!
"Duduk dengan tenang." Kata Randika.
Pada saat yang sama, Randika mengepot dengan tajam. Belokan ini sangat tajam bagaikan jalur putar balik jadi Randika mengepot hingga membentuk sudut 90 derajat tanpa mengurangi kecepatannya!
Di belakangnya, pemuda itu tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat. Dia tidak sadar bahwa dia masih dalam kecepatan tinggi saat berbelok. Jadi dia segera menginjam rem tapi sudah terlambat. Mobilnya lepas kendali saat dia mengepot dan menabrak pagar pembatas jalan.
Randika kemudian melaju pelan dan memperhatikan Ferrari yang menabrak itu.
Perempuan yang duduk di belakang Randika itu sudah terkejut dan terkagum-kagum oleh keahlian menyetir Randika. Mengepot seperti itu sudah bagaikan dewa!
Yang membuatnya bingung adalah penampilan Randika yang terlihat biasa saja itu ternyata memiliki kemampuan hebat dalam menyetir. Benar-benar tidak disangka.
Pemilik Ferrari itu turun dari mobilnya dengan kepala yang berdarah. Mobilnya bisa dikatakan sudah remuk. Pemuda itu merasa marah dan malu, bisa-bisanya dia kalah dengan mobil murahan itu. Dia benar-benar tidak habis pikir lawannya bisa mengepot seperti itu bahkan membentuk sudut 90 derajat.
Ketika dia memperhatikan mobil lawannya itu, jari tengah sudah menyambutnya dan segera menghilang dari pandangannya.
Perempuan itu menatap lekat-lekat Randika dan bertanya dengan suara manisnya. "Kenapa selama ini kau tidak mengatakan bahwa kau jago menyetir?"
"Karena." Randika menoleh, "Aku adalah penumpang dan kau adalah pemilik mobil ini."
"Apakah itu saja alasannya?"
"Tentu saja tidak." Kata Randika dengan santai, "Berbeda denganmu, ketika aku berkendara aku memiliki tujuan dan yang terpenting adalah aku yang menentukan nasib hidupku. Ketika kau yang berkendara, hidupku bergantung padamu jelas aku tadi ketakutan."
Si perempuan itu marah, apakah keahlian menyetirnya seburuk itu?
This chapter upload first at NovelBin.Com